BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang
sedang dalam tahap pembangunan di berbagai sektor, termasuk di dalamnya sektor
perekonomian. Pembangunan yang dilakukan tentu saja akan membutuhkan modal atau
investasi yang besar. Keterbatasan modal dalam negeri serta kurangnya sumber
daya manusia terampil dan keterbatasan akses pasar, menyebabkan Indonesia
membutuhkan pengaturan yang dapat mengembangkan iklim investasi sehingga
investor asing ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Alasan pertama suatu
negara mengundang investor asing untuk menanamkan modalnya adalah untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, guna memperluas lapangan kerja. Dengan
masuknya modal asing, kemudian tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai dapat
terlaksana seperti mengembangkan industri subtitusi impor untuk menghemat
devisa, mendorong ekspor non-migas untuk menghasilkan devisa, alih teknologi,
membangun prasarana dan daerah tertinggal.
Dalam era liberalisasi dan globalisasi ekonomi, penanaman
modal atau investasi tidak hanya merupakan kebutuhan penting bagi suatu negara
dalam pengembangan pembangunan ekonomi, namun juga merupakan sarana
pengembangan suatu industri, karena investasi asing secara langsung merupakan
denyut nadi ekonomi global. Penanaman modal menjadi suatu hubungan ekonomi
internasional yang tidak terelakkan sebagaimana hubungan ekonomi internasional
lainnya, karena penanaman modal menjadi suatu tuntutan guna memenuhi kebutuhan
suatu negara, perusahaan, dan juga masyarakat. Hubungan tersebut terjadi karena
masing-masing pihak saling membutuhkan satu sama lain dalam memenuhi
kebutuhannya, dimana hal tersebut ditunjang adanya kesepakatan masyarakat
internasional dalam liberalisasi dan globalisasi ekonomi, sehingga terjadi
peningkatan hubungan penanaman modal internasional.
Kegiatan-kegiatan penanaman modal pada dasarnya
memerlukan suatu transparansi dan kepastian hukum dalam pelaksanaanya, karena
kegiatan tersebut melibatkan pihak-pihak yang saling mengikatkan diri dalam
suatu perjanjian yang kemudian akan menimbulkan hubungan hukum diantara mereka.
Kepastian dan perlindungan hukum yang jelas akan memberikan rasa aman dan
mendorong para investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Kepastian
hukum terhadap penyelesaian sengketa sangat diperlukan untuk dapat menarik
modal investor masuk ke dalam wilayah suatu negara karena penyelesaian sengketa
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari transaksi-transaksi internasional
dalam investasi dan perdagangan luar negeri. Dunia globalisasi telah
menghasilkan jumlah pihak-pihak transaksi internasional yang besar serta
diikuti oleh fenomena fenomena sengketa dan litigasi terhadapnya. Dalam
hubungan hukum yang ditimbulkan dari adanya suatu perjanjian antara para pihak,
baik penanam modal asing dengan partner lokal dan/atau dengan pemerintah melalui
sebuah perjanjian kerjasama, memungkinkan terjadinya suatu perbedaan pendapat
ataupun pengingkaran pelaksanaan kewajiban perjanjian yang dibuat yang kemudian
berujung pada adanya suatu sengketa dalam kerjasama mereka. Untuk mengatasi
sengketa dan permasalahan tersebut, maka para pihak akan mencari penyelesaian
melalui peradilan umum yang dibentuk oleh negara, alternatif penyelesaian
sengketa di luar pengadilan atau arbitrase.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, maka masalah-masalah
yang di bahas dapat di rumuskan sebagai berikut :
a. Apa pengertian
serta pola penyelesaian sengketa di bidang investasi?
b. Bagaimana cara
penyelesaian sengketa penanaman modal yang timbul antara pemerintah dengan investor domestik?
c. Bagaimana cara penyelesaian
sengketa penanaman modal yang timbul antara pemerintah dengan investor asing?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
dan Pola Penyelesaian Sengketa
Perselisihan
dan sengketa diantara dua pihak yang melakukan hubungan kerjasama mungkin saja
terjadi. Terjadinya perselisihan dan sengketa ini sering kali disebabkan karena
salah satu pihak tidak menjalankan kesepakatan yang telah dibuat dengan baik
ataupun karena ada pihak yang wanprestasi, sehingga merugikan pihak lainnya.
Istilah penyelesaian sengketa
berasal dari bahasa Inggris, yaitu dispute resolution.
Pola penyelesaian sengketa
merupakan suatu bentuk atau kerangka untuk mengakhiri pertikaian atau sengketa
yang terjadi antara para pihak. Pola penyelesaian sengketa bisa melalui dua
macam cara, yaitu melalui pengadilan, dan alternatif penyelesaian sengketa
(ADR).
Penyelesaian sengketa melalui
pengadilan (litigasi) adalah suatu pola penyelesaian sengketa yang terjadi
antara para pihak yang bersengketa, dimana dalam penyelesaian sengketa itu
diselesaikan oleh pengadilan. Putusannya bersifat mengikat. Penggunaan sistem
litigasi mempunyai keuntungan dan kekurangan dalam penyelesaian sengketa.
Keuntungannya yaitu sebagai berikut.
1. Dalam
mengambil alih keputusan dari para pihak, litigasi sekurang-kurangnya dalam
batas tertentu menjamin bahwa kekuasaan tidak dapat mempengaruhi hasil dan
dapat menjamin ketentraman sosial.
2. Litigasi
sangat baik untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan masalah-masalah dalam posisi
pihak lawan.
3. Litigasi
memberikan suatu standar bagi prosedur yang adil dan memberikan peluang yang
luas kepada para pihak untuk didengar keterangannya sebelum mengambil
keputusan.
4. Litigasi
membawa nilai-nilai masyarakat untuk penyelesaian sengketa pribadi.
5. Dalam
sistem litigasi para hakim menerapkan nilai-nilai masyarakat yang terkandung
dalam hukum untuk menyelesaikan sengketa.
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa litigasi tidak hanya menyelesaikan sengketa,
tetapi juga menjamin suatu bentuk ketertiban umum, yang tertuang dalam
undang-undang secara eksplisit maupun implisit. Namun, litigasi
setidak-tidaknya juga
memiliki banyak kekurangan. Kekurangan litigasi yaitu:
1.
memaksa para pihak pada
posisi yang eksteren;
2. memerlukan
pembelaan (advocasy) atas setiap
maksud yang dapat mempengaruhi putusan;
3. benar-benar
mengangkat seluruh persoalan dalam suatu perkara, apakah persoalan materi (substantive) atau prosedur, untuk
persamaan kepentingan dan mendorong para pihak melakukan penyelidikan fakta
yang ekstrem dan seringkali marginal;
4. menyita
waktu dan meningkatkan biaya keuangan;
5. fakta-fakta
yang dapat dibuktikan membentuk kerangka persoalan, para pihak tidak selalu
mampu mengungkapkan kekhawatiran mereka yang sebenarnya;
6. tidak
mengupayakan untuk memperbaiki atau memulihkan hubungan para pihak yang
bersengketa; dan
7. tidak
cocok untuk sengketa yang bersifat polisentris, yaitu sengketa yang melibatkan
banyak pihak, banyak persoalan dan beberapa kemungkinan alternatif
penyelesaian.
Proses
litigasi mensyaratkan pembatasan sengketa dan persoalan-persoalan sehingga para
hakim atau para pengambil keputusan lainnya dapat lebih siap membuat keputusan.
Penyelesaian
sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa (ADR) adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para
pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli ( Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Pilihan Penyelesaian Sengketa).
Apabila
kita mengacu pada ketentuan Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999, cara penyelesaian sengketa melalui ADR dibagi menjadi lima cara, yaitu:
1. konsultasi;
2. negosiasi;
3. mediasi;
4. konsiliasi;
atau
5. penilaian
ahli.
Persoalannya
kini adalah mengapa para pihak menggunakan cara ADR dalam menyelesaikan
sengketa yang muncul diantara mereka. Kecenderungan menghindari konflik,
lebih-lebih melalui pengadilan, dapat dilihat di Jepang, dimana sistem litigasi
dipandang tidak cocok untuk menyelesaikan sengketa. Litigasi telah dinilai
salah secara moral sehingga menyebabkan adanya “jarak” antara hukum negara
dengan kenyataan sosial yang berlaku. Dengan mengacu kepada konsensus dan
kecenderungan menghindari konflik dalam masyarakat jepang, menyebabkan litigasi
menjadi tidak cocok untuk menyelesaikan sengketa, bahkan dipandang membahayakan
harmoni. Litigasi dinilai telah gagal mengintegrasikan rakyat dengan
norma-norma lokal mereka, telah mengangkat popularitas dan fungsi mediasi (chotei), maupun perbaikan hubungan atau
konsiliasi (kankai) sebagai pranata
penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam praktik kontrak di Jepang.
2.2 Penyelesaian
Sengketa Penanaman Modal yang Timbul antara Pemerintah dengan Investor Domestik
Investasi adalah sebuah penanaman modal yang dilakukan
dengan mempunyai tujuan yang mampu menghasilkan tambahan keuangan pada masa
yang akan datang. Pada prinsipnya, investor yang
menanamkan investasinya di Indonesia mengharapkan investasi yang ditanamkannya
dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya dan tidak menimbulkan gangguan, baik
dari pihak pemerintah sendiri maupun dari masyarakat sekitarnya. Semakin baik
dan aman dalam menjalankan usahanya para investor, maka semakin besar
keuntungan yang akan diperolehnya di kemudian hari. Tujuan utama para investor
menanamkan investasinya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya. Walaupun para investor telah menjalankan usahanya dengan
baik, tidak tertutup kemungkinan usaha yang dijalankannya menimbulkan persoalan
dengan pihak pemerintah maupun masyarakat sekitarnya. Misalnya, pemerintah
Indonesia telah mencabut izin investasi dari investor, sementara izin
investasinya belum habis jangka waktunya. Persoalannya, kini bagaimana cara
penyelesaian sengketa yang timbul antara investor dengan pihak pemerintah
Indonesia atau masyarakat sekitarnya.
Investasi
dilihat dari aspek pembiayaannya dibagi menjadi dua macam, yaitu investasi yang
bersumber dari modal dalam negeri (PMDN) dan investasi yang bersumber dari
modal asing (PMA). Investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN)
merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri. Investasi yang
bersumber dari modal asing (PMA) merupakan investasi yang bersumber dari
pembiayaan luar negeri.
Apabila
sengketa yang terjadi antara investor domestik dengan pihak pemerintah
Indonesia dan masyarakat sekitarnya, hukum yang digunakan adalah hukum
Indonesia. Ada dua cara yang ditempuh oleh investor domestik untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor
domestik, yaitu:
1. penyelesaian
sengketa melalui nonlitigasi atau lazim disebut alternative dispute resolution
(ADR); dan
2. litigasi.
Di dalam penyelesaian sengketa melalui nonlitigasi atau
ADR, ada lima cara penyelesaian sengketa, yaitu:
1. konsultasi;
2. negosiasi;
3. mediasi;
4. konsiliasi;
atau
5. penilaian
ahli
Apabila
kelima cara itu tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak, salah satu
pihak yang dirugikan dapat mengajukan persoalan itu ke pengadilan. Prosedur
yang harus ditempuh adalah pihak investor domestik tersebut mengajukan gugatan
ke pengadilan di wilayah tempat perbuatan hukum dan tempat sengketa terjadi.
Pengadilan nantinya yang akan memutuskan perkara tersebut. Dalam Pasal 32
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan cara
penyelesaian sengketa yang timbul dalam penanaman modal antara pemerintah
dengan investor domestik. Dalam ketentuan itu, ditentukan empat cara dalam penyelesaian
sengketa dalam penanaman
modal, yaitu:
1. musyawarah
dan mufakat;
2. arbitrase;
3. alternatif
penyelesaian sengketa; dan
4. pengadilan.
Cara penyelesaian sengketa yang pertama adalah
dengan musyawarah dan mufakat, yaitu cara
untuk mengakhiri sengketa yang timbul antara pemerintah dengan investor
domestik, dimana di dalam penyelesaian itu dilakukan pembahasan bersama dengan
maksud untuk mencapai keputusan dan kesepakatan atas penyelesaian sengketa
secara bersama-sama. Yang kedua cara penyelesaian
sengketa melalui lembaga arbitrase merupakan cara untuk mengakhiri sengketa
dimana di dalam penyelesaian sengketa itu menggunakan jasa arbiter atau majelis
arbiter. Arbiter atau majelis arbiter yang nantinya akan menyelesaiakan
sengketa penanaman modal tersebut.
Kemudian yang ketiga adalah dengan cara alternatife
penyelesaian sengketa, yaitu melalui lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati
antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, yakni penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau
penilaian ahli. Berikut penjelasan
masing-masing cara penyelesaian sengketa melalui ADR.
- Konsultasi merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak mengadakan tukar pikiran atau konsultasi untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal.
- Negosiasi merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak mengadakan perundingan untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal diantara keduanya.
- mediasi merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak menyepakati untuk menggunakan jasa mediator untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal.
- konsilasi merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak menyepakati untuk menggunakan jasa konsiliator untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal.
- penilaian ahli merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak menyepakati untuk mengguanakan penilaian ahli untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal.
Dan cara penyelesaian sengketa yang keempat adalah melalui
pengadilan. Yakni cara untuk mengakhiri
sengketa yang timbul antara pemerintah dengan investor, dimana penyelesaian itu
dilakukan di muka dan di hadapan pengadilan. Pengadilan yang akan memutuskan
tentang perselisihan tersebut. Ada tiga tingkatan pengadilan yang harus diikuti
oleh salah satu pihak, apakah pemerintah Indonesia atau investor domestik,
yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Penyelesaian
melalui pengadilan memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar.
2.3 Penyelesaian
Sengketa Penanaman Modal yang Timbul antara Pemerintah dengan Investor Asing
Dalam
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing telah
ditentukan pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara pemerintah Indonesia
dengan investor asing yang berkaitan dengan tindakan nasionalisasi oleh
pemerintah, yaitu melalui lembaga arbitrase. Timbulnya sengketa ini adalah
karena kedua belah pihak tidak tercapai persetujuan mengenai jumlah, macam, dan
cara pembayaran kompensasi terhadap tindakan pemerintah dalam melakukan
nasionalisasi. Oleh karena itu, setiap tindakan nasionalisasi akan menimbulkan
kewajiban dari pemerintah untuk memberikan kompensasi/ganti rugi yang jumlah,
macam, dan cara pembayarannya disetujui oleh kedua belah pihak sesuai dengan
asas-asas hukum internasional yang berlaku.
Lembaga
arbitrase baru digunakan apabila tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya
kompensasi/ganti rugi. Badan arbitrase terdiri dari tiga orang yang dipilih
oleh pemerintah dan pemilik modal masing-masing satu orang, dan orang ketiga
sebagai ketuanya yang dipilih bersama-sama oleh pemerintah dan pemilik modal.
Keputusan arbitrase ini mengikat kedua belah pihak. Pasal 32 ayat (1) dan ayat (3)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah diatur cara
penyelesaian sengketa yang timbul dalam penanaman modal antara pemerintah
dengan investor asing. Dalam ketentuan itu, ditentukan dua cara dalam
penyelesaian sengketa antara pemerintah Indonesia dengan investor asing. Kedua
cara itu, adalah:
1.
musyawarah dan mufakat; dan
2.
arbitrase internasional.
Penyelesaian
sengketa melalui arbitrase internasional merupakan cara untuk mengakhiri
perselisihan yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor asing,
dimana kedua belah pihak sepakat menggunakan lembaga arbitrase atau arbiter
perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia. Sifatnya internasional,
biasanya lembaga arbitrase yang dipilih adalah arbitrase internasional yang berkedudukan
di Paris.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi ICSID 1958
melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 sebagai salah satu upaya untuk
menyelesaikan kemungkinan timbulnya sengketa antara penanam modal asing dengan
pihak Indonesia baik oleh pemerintah sendiri maupun swasta. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1968 tentang Persetujuan Atas Konvensi tentang Penyelesaian
Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal,
telah ditentukan pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara negara dengan
warga negara asing. Di dalam Undang-Undang itu ditentukan bahwa ketentuan yang
digunakan untuk penyelesaian sengketa antara negara dengan warga negara asing
adalah International Centre for the
Settlement of Investment Dispute (ICSID). ICSID lahir dari Convention on the Settlement of Investment
Dispute Between States and National of Other States yang merupakan badan
yang sengaja didirikan Bank Dunia. Lembaga ini ditetapkan tanggal 14 Oktober
1966 di Amerika Serikat. Kantor pusatnya berada di Washington, Amerika Serikat.
Tujuan dan wewenang ICSID adalah menyelesaikan persengketaan yang timbul di
bidang investasi antara suatu negara dengan negara asing diantara sesama negara
peserta konvensi.
Dalam ICSID telah diatur dua pola penyelesaian sengketa,
yaitu penyelesaian sengketa melalui konsiliasi dan penyelesaian sengketa menggunakan
arbitrase.
● Penyelesaian
sengketa melalui konsiliasi dalam ICSID
Konsiliasi adalah sebuah usaha untuk mempertemukan
keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan
perselisihan tersebut. Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi diatur dalam
Artikel 28 sampai Artikel 35 ICSID. Hal-hal yang diatur dalam artikel tersebut
meliputi; komisi konsiliasi, anggota komisi, pengajuan konsiliasi, jenis
perselisihan, permohonan konsiliasi, penunjukan jumlah konsiliator, proses
penyelesaian konsiliasi, dan penyelesaian konsiliasi.
Konsiliasi diatur di Bab Tiga dari ICSID Convention dan Rules of Procedure for Conciliation
Proceedings (Conciliation Rules). Penyelesaian perselisihan pertama kali
dapat diupayakan melalui konsiliasi, yaitu berupa usul yang putusannya tidak
mengikat. Apabila dianggap perlu, para pihak dapat melanjutkannya ke proses
arbitrase. Dalam hal ini, Komisi bertindak sebagai hakim atas wewenang atau
yurisdiksinya. Komisi memiliki suatu kewenangan untuk menetapkan apakah suatu
persyaratan-persyaratan suatu sengketa yang diserahkan kepadanya itu telah
memenuhi persyaratan konvensi dan apakah obyek sengketa yang diserahkan
kepadanya tersebut berada di dalam kewenangannya. Setelah Komisi terbentuk,
Presiden Bank Dunia meminta para pihak untuk membuat laporan tertulis atas
posisi mereka masing-masing.
Selanjutnya proses konsiliasi didahului oleh konsultasi
dimana Presiden Bank Dunia akan memastikan pengetahuan para pihak tentang
prosedur konsiliasi. Presiden Bank Dunia secara khusus akan meninjau pandangan
para pihak berkenaan dengan bahasa yang akan digunakan, jumlah anggota komisi
yang dibutuhkan untuk membuat kuorum, alat-alat bukti, dan lain-lain. Presiden
Bank Dunia mendasarkan proses konsiliasi dengan perjanjian awal dari para
pihak. Tempat persidangan Komisi adalah pribadi dan rahasia. Kapan saja pada
sesi persidangan, tiap pihak dapat mengajukan saksi atau ahli yang dianggapnya
dapat memberi bukti yang relevan. Untuk dapat membuat kesepakatan antar para
pihak, Komisi dapat menyampaikan rekomendasinya. Apabila para pihak telah
mencapai kata sepakat di dalam persidangan, Komisi harus menutup persidangan
dan membuat suatu laporan yang menyertakan masalah-masalah dalam persidangan
dan mencatat bahwa para pihak telah berhasil mencapai kesepakatan.
● Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dalam ICSID
Arbitrase diatur di dalam Bab Empat dari ICSID Convention
dan Rules of Procedure for Arbitration
Proceedings (Arbitration Rules). Arbitrase sering dipilih oleh para pihak
yang bersengketa karena prosedurnya mudah, putusannya mengikat, dan tidak dapat
naik banding pada instansi peradilan yang lebih tinggi. Lagipula, persoalannya
sangat teknis operasional, sehingga sukar untuk dimengerti oleh hakim dari
badan peradilan.
Arbitrase pada umumnya adalah cara penyelesaian suatu
sengketa di luar peradilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Karakteristik
arbitrase ICSID tidak jauh berbeda dengan proses arbitrase pada umumnya.
Tribunal terdiri dari seorang arbitrator atau para arbitrator dengan jumlah
yang ganjil yang ditunjuk dan disetujui oleh para pihak dan prosedurnya terdiri
dari dua fase yaitu proses tertulis yang dilanjutkan dengan proses lisan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
apa yang telah diuraikan pada Bab pembahasan diatas, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan, yaitu:
1.
Pola penyelesaian sengketa dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu melalui pengadilan dan alternatif penyelesaian
sengketa diluar pengadilan (ADR).
2.
Penyelesaian sengketa melalui
pengadilan (litigasi) adalah suatu pola penyelesaian sengketa yang terjadi
antara para pihak yang bersengketa, diamana dalam penyelesaian sengketa itu
diselesaikan oleh pengadilan, yang putusannya bersifat mengikat.
3.
Penyelesaian sengketa melalui
alternatif penyelesaian sengketa (ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli.
4.
Ada dua cara yang dapat ditempuh oleh
investor domestik untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara pemerintah
Indonesia dengan Investor domestik, yaitu melalui nonlitigasi atau ADR; dan
melalui litigasi (pengadilan).
5.
Ada dua cara dalam penyelesaian
sengketa antara pemerintah Indonesia dengan investor asing, yaitu melalui
musyawarah dan mufakat serta arbitrase internasional.
3.2 Saran
Apabila
terjadi suatu sengketa dalam bidang investasi hendaknya kedua belah pihak yang
bersengketa dapat mendahulukan proses penyelesaiannya dengan cara nonlitigasi,
persoalan mungkin dapat diselesaikan dengan melakukan negosiasi ulang guna
penyelesaian dan melahirkan kesepakatan baru daripada langsung menggunakan
prosedur litigasi, dimana prosesnya yang panjang di pengadilan serta
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap,
M. Yahya. 2001. Arbitrase. Jakarta:
Sinar Grafika.
Gautama,
Sudargo. 1986. Indonesia dan Arbitrase
Internasional. Bandung: Alumni.
Salim
HS dan Sutrisno, Budi. 2008. Hukum
Investasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Rajagukguk,
Erman, dkk. 1995. Hukum Investasi (Bahan
Kuliah). Jakarta: UI Press.
Peter,
AAG dan Siswobroto, (ed). 1988. Hukum dan
Pembangunan Sosial. Buku Teks Sosiologi Hukum (Buku I). Jakarta: Sinar
Harapan.
Adolf,
Huala dan A. Chandrawulan. 1995. Masalah-masalah
Hukum dalam Perdagangan Internasional. Jakarta: Rajawali.
Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Penyelesaian Sengketa.
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar