Selasa, 02 Juli 2013

penyelesaian sengketa di bidang investasi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang dalam tahap pembangunan di berbagai sektor, termasuk di dalamnya sektor perekonomian. Pembangunan yang dilakukan tentu saja akan membutuhkan modal atau investasi yang besar. Keterbatasan modal dalam negeri serta kurangnya sumber daya manusia terampil dan keterbatasan akses pasar, menyebabkan Indonesia membutuhkan pengaturan yang dapat mengembangkan iklim investasi sehingga investor asing ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Alasan pertama suatu negara mengundang investor asing untuk menanamkan modalnya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, guna memperluas lapangan kerja. Dengan masuknya modal asing, kemudian tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai dapat terlaksana seperti mengembangkan industri subtitusi impor untuk menghemat devisa, mendorong ekspor non-migas untuk menghasilkan devisa, alih teknologi, membangun prasarana dan daerah tertinggal.
Dalam era liberalisasi dan globalisasi ekonomi, penanaman modal atau investasi tidak hanya merupakan kebutuhan penting bagi suatu negara dalam pengembangan pembangunan ekonomi, namun juga merupakan sarana pengembangan suatu industri, karena investasi asing secara langsung merupakan denyut nadi ekonomi global. Penanaman modal menjadi suatu hubungan ekonomi internasional yang tidak terelakkan sebagaimana hubungan ekonomi internasional lainnya, karena penanaman modal menjadi suatu tuntutan guna memenuhi kebutuhan suatu negara, perusahaan, dan juga masyarakat. Hubungan tersebut terjadi karena masing-masing pihak saling membutuhkan satu sama lain dalam memenuhi kebutuhannya, dimana hal tersebut ditunjang adanya kesepakatan masyarakat internasional dalam liberalisasi dan globalisasi ekonomi, sehingga terjadi peningkatan hubungan penanaman modal internasional.
Kegiatan-kegiatan penanaman modal pada dasarnya memerlukan suatu transparansi dan kepastian hukum dalam pelaksanaanya, karena kegiatan tersebut melibatkan pihak-pihak yang saling mengikatkan diri dalam suatu perjanjian yang kemudian akan menimbulkan hubungan hukum diantara mereka. Kepastian dan perlindungan hukum yang jelas akan memberikan rasa aman dan mendorong para investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Kepastian hukum terhadap penyelesaian sengketa sangat diperlukan untuk dapat menarik modal investor masuk ke dalam wilayah suatu negara karena penyelesaian sengketa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari transaksi-transaksi internasional dalam investasi dan perdagangan luar negeri. Dunia globalisasi telah menghasilkan jumlah pihak-pihak transaksi internasional yang besar serta diikuti oleh fenomena fenomena sengketa dan litigasi terhadapnya. Dalam hubungan hukum yang ditimbulkan dari adanya suatu perjanjian antara para pihak, baik penanam modal asing dengan partner lokal dan/atau dengan pemerintah melalui sebuah perjanjian kerjasama, memungkinkan terjadinya suatu perbedaan pendapat ataupun pengingkaran pelaksanaan kewajiban perjanjian yang dibuat yang kemudian berujung pada adanya suatu sengketa dalam kerjasama mereka. Untuk mengatasi sengketa dan permasalahan tersebut, maka para pihak akan mencari penyelesaian melalui peradilan umum yang dibentuk oleh negara, alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau arbitrase.

1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah-masalah yang di bahas dapat di rumuskan sebagai berikut :
a.       Apa pengertian serta pola penyelesaian sengketa di bidang investasi?
b.      Bagaimana cara penyelesaian sengketa penanaman modal yang timbul  antara pemerintah dengan investor domestik?
c.       Bagaimana cara penyelesaian sengketa penanaman modal yang timbul antara pemerintah dengan investor asing?




BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian dan Pola Penyelesaian Sengketa
Perselisihan dan sengketa diantara dua pihak yang melakukan hubungan kerjasama mungkin saja terjadi. Terjadinya perselisihan dan sengketa ini sering kali disebabkan karena salah satu pihak tidak menjalankan kesepakatan yang telah dibuat dengan baik ataupun karena ada pihak yang wanprestasi, sehingga merugikan pihak lainnya.
Istilah penyelesaian sengketa berasal dari bahasa Inggris, yaitu dispute resolution.
Pola penyelesaian sengketa merupakan suatu bentuk atau kerangka untuk mengakhiri pertikaian atau sengketa yang terjadi antara para pihak. Pola penyelesaian sengketa bisa melalui dua macam cara, yaitu melalui pengadilan, dan alternatif penyelesaian sengketa (ADR).
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) adalah suatu pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa, dimana dalam penyelesaian sengketa itu diselesaikan oleh pengadilan. Putusannya bersifat mengikat. Penggunaan sistem litigasi mempunyai keuntungan dan kekurangan dalam penyelesaian sengketa. Keuntungannya yaitu sebagai berikut.
1.      Dalam mengambil alih keputusan dari para pihak, litigasi sekurang-kurangnya dalam batas tertentu menjamin bahwa kekuasaan tidak dapat mempengaruhi hasil dan dapat menjamin ketentraman sosial.
2.      Litigasi sangat baik untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan masalah-masalah dalam posisi pihak lawan.
3.      Litigasi memberikan suatu standar bagi prosedur yang adil dan memberikan peluang yang luas kepada para pihak untuk didengar keterangannya sebelum mengambil keputusan.
4.      Litigasi membawa nilai-nilai masyarakat untuk penyelesaian sengketa pribadi.
5.      Dalam sistem litigasi para hakim menerapkan nilai-nilai masyarakat yang terkandung dalam hukum untuk menyelesaikan sengketa.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa litigasi tidak hanya menyelesaikan sengketa, tetapi juga menjamin suatu bentuk ketertiban umum, yang tertuang dalam undang-undang secara eksplisit maupun implisit. Namun, litigasi setidak-tidaknya juga memiliki banyak kekurangan. Kekurangan litigasi yaitu:
1.      memaksa para pihak pada posisi yang eksteren;
2.      memerlukan pembelaan (advocasy) atas setiap maksud yang dapat mempengaruhi putusan;
3.      benar-benar mengangkat seluruh persoalan dalam suatu perkara, apakah persoalan materi (substantive) atau prosedur, untuk persamaan kepentingan dan mendorong para pihak melakukan penyelidikan fakta yang ekstrem dan seringkali marginal;
4.      menyita waktu dan meningkatkan biaya keuangan;
5.      fakta-fakta yang dapat dibuktikan membentuk kerangka persoalan, para pihak tidak selalu mampu mengungkapkan kekhawatiran mereka yang sebenarnya;
6.      tidak mengupayakan untuk memperbaiki atau memulihkan hubungan para pihak yang bersengketa; dan
7.      tidak cocok untuk sengketa yang bersifat polisentris, yaitu sengketa yang melibatkan banyak pihak, banyak persoalan dan beberapa kemungkinan alternatif penyelesaian.
Proses litigasi mensyaratkan pembatasan sengketa dan persoalan-persoalan sehingga para hakim atau para pengambil keputusan lainnya dapat lebih siap membuat keputusan.
Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa (ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli ( Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Pilihan Penyelesaian Sengketa).
Apabila kita mengacu pada ketentuan Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, cara penyelesaian sengketa melalui ADR dibagi menjadi lima cara, yaitu:
1.      konsultasi;
2.      negosiasi;
3.      mediasi;
4.      konsiliasi; atau
5.      penilaian ahli.
Persoalannya kini adalah mengapa para pihak menggunakan cara ADR dalam menyelesaikan sengketa yang muncul diantara mereka. Kecenderungan menghindari konflik, lebih-lebih melalui pengadilan, dapat dilihat di Jepang, dimana sistem litigasi dipandang tidak cocok untuk menyelesaikan sengketa. Litigasi telah dinilai salah secara moral sehingga menyebabkan adanya “jarak” antara hukum negara dengan kenyataan sosial yang berlaku. Dengan mengacu kepada konsensus dan kecenderungan menghindari konflik dalam masyarakat jepang, menyebabkan litigasi menjadi tidak cocok untuk menyelesaikan sengketa, bahkan dipandang membahayakan harmoni. Litigasi dinilai telah gagal mengintegrasikan rakyat dengan norma-norma lokal mereka, telah mengangkat popularitas dan fungsi mediasi (chotei), maupun perbaikan hubungan atau konsiliasi (kankai) sebagai pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam praktik kontrak di Jepang.


2.2       Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal yang Timbul antara Pemerintah dengan Investor Domestik
Investasi adalah sebuah penanaman modal yang dilakukan dengan mempunyai tujuan yang mampu menghasilkan tambahan keuangan pada masa yang akan datang. Pada prinsipnya, investor yang menanamkan investasinya di Indonesia mengharapkan investasi yang ditanamkannya dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya dan tidak menimbulkan gangguan, baik dari pihak pemerintah sendiri maupun dari masyarakat sekitarnya. Semakin baik dan aman dalam menjalankan usahanya para investor, maka semakin besar keuntungan yang akan diperolehnya di kemudian hari. Tujuan utama para investor menanamkan investasinya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Walaupun para investor telah menjalankan usahanya dengan baik, tidak tertutup kemungkinan usaha yang dijalankannya menimbulkan persoalan dengan pihak pemerintah maupun masyarakat sekitarnya. Misalnya, pemerintah Indonesia telah mencabut izin investasi dari investor, sementara izin investasinya belum habis jangka waktunya. Persoalannya, kini bagaimana cara penyelesaian sengketa yang timbul antara investor dengan pihak pemerintah Indonesia atau masyarakat sekitarnya.
Investasi dilihat dari aspek pembiayaannya dibagi menjadi dua macam, yaitu investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN) dan investasi yang bersumber dari modal asing (PMA). Investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri. Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar negeri.
Apabila sengketa yang terjadi antara investor domestik dengan pihak pemerintah Indonesia dan masyarakat sekitarnya, hukum yang digunakan adalah hukum Indonesia. Ada dua cara yang ditempuh oleh investor domestik untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, yaitu:
1.      penyelesaian sengketa melalui nonlitigasi atau lazim disebut alternative dispute resolution (ADR); dan
2.      litigasi.
Di dalam penyelesaian sengketa melalui nonlitigasi atau ADR, ada lima cara penyelesaian sengketa, yaitu:
1.      konsultasi;
2.      negosiasi;
3.      mediasi;
4.      konsiliasi; atau
5.      penilaian ahli
Apabila kelima cara itu tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak, salah satu pihak yang dirugikan dapat mengajukan persoalan itu ke pengadilan. Prosedur yang harus ditempuh adalah pihak investor domestik tersebut mengajukan gugatan ke pengadilan di wilayah tempat perbuatan hukum dan tempat sengketa terjadi. Pengadilan nantinya yang akan memutuskan perkara tersebut. Dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam penanaman modal antara pemerintah dengan investor domestik. Dalam ketentuan itu, ditentukan empat cara dalam penyelesaian sengketa dalam penanaman modal, yaitu:
1.      musyawarah dan mufakat;
2.      arbitrase;
3.      alternatif penyelesaian sengketa; dan
4.      pengadilan.
Cara penyelesaian sengketa yang pertama adalah dengan musyawarah dan mufakat, yaitu cara untuk mengakhiri sengketa yang timbul antara pemerintah dengan investor domestik, dimana di dalam penyelesaian itu dilakukan pembahasan bersama dengan maksud untuk mencapai keputusan dan kesepakatan atas penyelesaian sengketa secara bersama-sama. Yang kedua cara penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase merupakan cara untuk mengakhiri sengketa dimana di dalam penyelesaian sengketa itu menggunakan jasa arbiter atau majelis arbiter. Arbiter atau majelis arbiter yang nantinya akan menyelesaiakan sengketa penanaman modal tersebut.
Kemudian yang ketiga adalah dengan cara alternatife penyelesaian sengketa, yaitu melalui lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Berikut penjelasan masing-masing cara penyelesaian sengketa melalui ADR.
  1.  Konsultasi merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak mengadakan tukar pikiran atau konsultasi untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal.
  2. Negosiasi merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak mengadakan perundingan untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal diantara keduanya.
  3. mediasi merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak menyepakati untuk menggunakan jasa mediator untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal.
  4. konsilasi merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak menyepakati untuk menggunakan jasa konsiliator untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal.
  5. penilaian ahli merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, dimana kedua belah pihak menyepakati untuk mengguanakan penilaian ahli untuk menyelesaikan sengketa dalam penanaman modal.
Dan cara penyelesaian sengketa yang keempat adalah melalui pengadilan. Yakni cara untuk mengakhiri sengketa yang timbul antara pemerintah dengan investor, dimana penyelesaian itu dilakukan di muka dan di hadapan pengadilan. Pengadilan yang akan memutuskan tentang perselisihan tersebut. Ada tiga tingkatan pengadilan yang harus diikuti oleh salah satu pihak, apakah pemerintah Indonesia atau investor domestik, yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Penyelesaian melalui pengadilan memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar.
2.3                   Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal yang Timbul antara Pemerintah dengan Investor Asing
Dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing telah ditentukan pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara pemerintah Indonesia dengan investor asing yang berkaitan dengan tindakan nasionalisasi oleh pemerintah, yaitu melalui lembaga arbitrase. Timbulnya sengketa ini adalah karena kedua belah pihak tidak tercapai persetujuan mengenai jumlah, macam, dan cara pembayaran kompensasi terhadap tindakan pemerintah dalam melakukan nasionalisasi. Oleh karena itu, setiap tindakan nasionalisasi akan menimbulkan kewajiban dari pemerintah untuk memberikan kompensasi/ganti rugi yang jumlah, macam, dan cara pembayarannya disetujui oleh kedua belah pihak sesuai dengan asas-asas hukum internasional yang berlaku.
Lembaga arbitrase baru digunakan apabila tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya kompensasi/ganti rugi. Badan arbitrase terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh pemerintah dan pemilik modal masing-masing satu orang, dan orang ketiga sebagai ketuanya yang dipilih bersama-sama oleh pemerintah dan pemilik modal. Keputusan arbitrase ini mengikat kedua belah pihak. Pasal 32 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah diatur cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam penanaman modal antara pemerintah dengan investor asing. Dalam ketentuan itu, ditentukan dua cara dalam penyelesaian sengketa antara pemerintah Indonesia dengan investor asing. Kedua cara itu, adalah:
1.      musyawarah dan mufakat; dan
2.      arbitrase internasional.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan investor asing, dimana kedua belah pihak sepakat menggunakan lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia. Sifatnya internasional, biasanya lembaga arbitrase yang dipilih adalah arbitrase internasional yang berkedudukan di Paris.
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi ICSID 1958 melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan kemungkinan timbulnya sengketa antara penanam modal asing dengan pihak Indonesia baik oleh pemerintah sendiri maupun swasta. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1968 tentang Persetujuan Atas Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal, telah ditentukan pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara negara dengan warga negara asing. Di dalam Undang-Undang itu ditentukan bahwa ketentuan yang digunakan untuk penyelesaian sengketa antara negara dengan warga negara asing adalah International Centre for the Settlement of Investment Dispute (ICSID). ICSID lahir dari Convention on the Settlement of Investment Dispute Between States and National of Other States yang merupakan badan yang sengaja didirikan Bank Dunia. Lembaga ini ditetapkan tanggal 14 Oktober 1966 di Amerika Serikat. Kantor pusatnya berada di Washington, Amerika Serikat. Tujuan dan wewenang ICSID adalah menyelesaikan persengketaan yang timbul di bidang investasi antara suatu negara dengan negara asing diantara sesama negara peserta konvensi.
Dalam ICSID telah diatur dua pola penyelesaian sengketa, yaitu penyelesaian sengketa melalui konsiliasi dan penyelesaian sengketa menggunakan arbitrase.
Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi dalam ICSID
Konsiliasi adalah sebuah usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut. Penyelesaian sengketa melalui konsiliasi diatur dalam Artikel 28 sampai Artikel 35 ICSID. Hal-hal yang diatur dalam artikel tersebut meliputi; komisi konsiliasi, anggota komisi, pengajuan konsiliasi, jenis perselisihan, permohonan konsiliasi, penunjukan jumlah konsiliator, proses penyelesaian konsiliasi, dan penyelesaian konsiliasi.
Konsiliasi diatur di Bab Tiga dari ICSID Convention dan Rules of Procedure for Conciliation Proceedings (Conciliation Rules). Penyelesaian perselisihan pertama kali dapat diupayakan melalui konsiliasi, yaitu berupa usul yang putusannya tidak mengikat. Apabila dianggap perlu, para pihak dapat melanjutkannya ke proses arbitrase. Dalam hal ini, Komisi bertindak sebagai hakim atas wewenang atau yurisdiksinya. Komisi memiliki suatu kewenangan untuk menetapkan apakah suatu persyaratan-persyaratan suatu sengketa yang diserahkan kepadanya itu telah memenuhi persyaratan konvensi dan apakah obyek sengketa yang diserahkan kepadanya tersebut berada di dalam kewenangannya. Setelah Komisi terbentuk, Presiden Bank Dunia meminta para pihak untuk membuat laporan tertulis atas posisi mereka masing-masing.
Selanjutnya proses konsiliasi didahului oleh konsultasi dimana Presiden Bank Dunia akan memastikan pengetahuan para pihak tentang prosedur konsiliasi. Presiden Bank Dunia secara khusus akan meninjau pandangan para pihak berkenaan dengan bahasa yang akan digunakan, jumlah anggota komisi yang dibutuhkan untuk membuat kuorum, alat-alat bukti, dan lain-lain. Presiden Bank Dunia mendasarkan proses konsiliasi dengan perjanjian awal dari para pihak. Tempat persidangan Komisi adalah pribadi dan rahasia. Kapan saja pada sesi persidangan, tiap pihak dapat mengajukan saksi atau ahli yang dianggapnya dapat memberi bukti yang relevan. Untuk dapat membuat kesepakatan antar para pihak, Komisi dapat menyampaikan rekomendasinya. Apabila para pihak telah mencapai kata sepakat di dalam persidangan, Komisi harus menutup persidangan dan membuat suatu laporan yang menyertakan masalah-masalah dalam persidangan dan mencatat bahwa para pihak telah berhasil mencapai kesepakatan.
Penyelesaian  sengketa melalui arbitrase dalam ICSID
Arbitrase diatur di dalam Bab Empat dari ICSID Convention dan Rules of Procedure for Arbitration Proceedings (Arbitration Rules). Arbitrase sering dipilih oleh para pihak yang bersengketa karena prosedurnya mudah, putusannya mengikat, dan tidak dapat naik banding pada instansi peradilan yang lebih tinggi. Lagipula, persoalannya sangat teknis operasional, sehingga sukar untuk dimengerti oleh hakim dari badan peradilan.
Arbitrase pada umumnya adalah cara penyelesaian suatu sengketa di luar peradilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Karakteristik arbitrase ICSID tidak jauh berbeda dengan proses arbitrase pada umumnya. Tribunal terdiri dari seorang arbitrator atau para arbitrator dengan jumlah yang ganjil yang ditunjuk dan disetujui oleh para pihak dan prosedurnya terdiri dari dua fase yaitu proses tertulis yang dilanjutkan dengan proses lisan.












BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Dari apa yang telah diuraikan pada Bab pembahasan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1.      Pola penyelesaian sengketa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu melalui pengadilan dan alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan (ADR).
2.      Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) adalah suatu pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa, diamana dalam penyelesaian sengketa itu diselesaikan oleh pengadilan, yang putusannya bersifat mengikat.
3.      Penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa (ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
4.      Ada dua cara yang dapat ditempuh oleh investor domestik untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara pemerintah Indonesia dengan Investor domestik, yaitu melalui nonlitigasi atau ADR; dan melalui litigasi (pengadilan).
5.      Ada dua cara dalam penyelesaian sengketa antara pemerintah Indonesia dengan investor asing, yaitu melalui musyawarah dan mufakat serta arbitrase internasional.

3.2       Saran
Apabila terjadi suatu sengketa dalam bidang investasi hendaknya kedua belah pihak yang bersengketa dapat mendahulukan proses penyelesaiannya dengan cara nonlitigasi, persoalan mungkin dapat diselesaikan dengan melakukan negosiasi ulang guna penyelesaian dan melahirkan kesepakatan baru daripada langsung menggunakan prosedur litigasi, dimana prosesnya yang panjang di pengadilan serta mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, M. Yahya. 2001. Arbitrase. Jakarta: Sinar Grafika.
Gautama, Sudargo. 1986. Indonesia dan Arbitrase Internasional. Bandung: Alumni.
Salim HS dan Sutrisno, Budi. 2008. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Rajagukguk, Erman, dkk. 1995. Hukum Investasi (Bahan Kuliah). Jakarta: UI Press.
Peter, AAG dan Siswobroto, (ed). 1988. Hukum dan Pembangunan Sosial. Buku Teks Sosiologi Hukum (Buku I). Jakarta: Sinar Harapan.
Adolf, Huala dan A. Chandrawulan. 1995. Masalah-masalah Hukum dalam Perdagangan Internasional. Jakarta: Rajawali.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Penyelesaian Sengketa.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar