Selasa, 22 April 2014

Hukum Acara Perdata




BAB I
PENDAHULUAN

A.    LEMBAGA PERADILAN
Dalam bahasa sehari-hari di tengah masyarakat sering terdengar berbagai istilah penyebutan lembaga peradilan dengan istilah peradilan, badan kehakiman, badan peradilan, dan pengadilan. Istilah tersebut kadang dikemukakan dalam pengertian yang sama, kadang juga dikemukakan dalam pengertian yang berbeda. Penyebutan istilah-istilah peradilan yang berbeda-beda itu ternyata bersumber pada konstitusi negara (UUD 1945) dan perundang-undangan.
Di dalam Pasal 24 UUD 1945 ayat (1) dinyatakan “Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang”. Istilah “peradilan” bersumber pada Pasal 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 yang menyatakan “Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”. Sedangkan istilah “badan peradilan” bersumber juga pada Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 “Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Suatu lembaga atau institusi dikatakan sebagai lembaga peradilan, menurut Rochmat Soemitro apabila lembaga tersebut memenuhi unsur-unsur peradilan, yaitu:
a.       Adanya suatu aturan hukum yang abstrak.
b.      Adanya perselisihan hukum yang konkrit.
c.       Sekurang-kurangnya ada dua pihak.
d.      Adanya suatu aparatur peradilan yang berwenang memutuskan perselisihan.
Keempat unsur peradilan tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, salah satu unsur saja tidak terpenuhi maka suatu lembaga tidak dapat dinamakan sebagai lembaga peradilan. Di Indonesia menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, badan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung terdiri dari:
a.       Peradilan Umum.
b.      Peradilan Agama.
c.       Peradilan Militer.
d.      Peradilan Tata Usaha Negara.
Selain badan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004, masih ada badan peradilan yang bersifat khusus, seperti:
-          Peradilan Pajak.
-          Peradilan Perselisihan Hubungan Industrial.
-          Peradilan Tipikor.
Badan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 4 tahun 2004 mempunyai kompetensi absolut sendiri-sendiri. Kompetensi absolut inilah yang membedakan tugas dan fungsi dari badan-badan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman.
a.      Badan Peradilan Umum
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 dinyatakan “Peradilan Umum adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya”. Adapun menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 :
(1). Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh :
1. Pengadilan Negeri;
2. Pengadilan Tinggi.
(2). Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan Negeri tertinggi.
Kompetensi peradilan umum dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman di Indonesia, memiliki kompetensi relatif dan kompetensi absolut. Adapun yang dimaksud kompetensi relatif adalah kewenangan mengadili suatu badan peradilan bila dihadapkan dengan badan peradilan sejenis, misalnya Pengadilan Negeri Batang berhadapan dengan Pengadilan Negeri Pekalongan. Kompetensi absolut adalah kewenangan mengadili suatu badan peradilan apabila dihadapkan dengan badan peradilan yang berbeda, misalnya Pengadilan Negeri dihadapkan dengan Pengadilan Agama. Kompetensi absolut ini yang membedakan tugas dan fungsi dari badan-badan peradilan sebagai pelaku pelaksana kekuasaan kehakiman di indonesia.
Kompetensi absolut dari badan peradilan umum, berdasarkan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, dinyatakan :
“Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama”. Adapun yang berwenang memeriksa perkara pidana dan perdata di tingkat Banding, menurut Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 adalah Pengadilan Tinggi di lingkungan Peradilan umum.
Perkara-perkara pidana yang menjadi kewenangan mengadili peradilan umum (Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi) adalah perkara-perkara pidana yang dilakukan oleh orang-orang sipil, seperti rakyat kebanyakan dan/atau Polisi (Polri). Adapun perkara-perkara perdata yang menjadi kewenangan mengadili peradilan umum (Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi) adalah meliputi perkara jual beli, hutang piutang, waris bukan orang Islam, hibah bukan orang Islam.
 






HUKUM ACARA PERDATA
Hakim tidak boleh menolak suatu perkara karena peraturannya tidak jelas. Hakim diberi kewenangan Rechtvinding.
A.      Kekuasaan kehakima oleh:
1.       Mahkamah Agung, yang membawahi lingkungan peradilan:
-          Lingkungan peradilan umum
-          Lingkungan peradilan agama
-          Lingkungan peradilan Tata Usaha Negara
-          Lingkungan peradilan militer
-          Lingkungan peradilan niaga
2.       Mahkamah konstitusi
B.      Instansi-instansi Jawatan
-          DJUPLN
-          Pengadilan hubungan Industrial
-          Mahkamah pelayaran

·         Yurisdiksi: wewenang pengadilan
-          Yurisdiksi Contensiosa: wewenang pengadilan yang sesungguhnya.
-          Yurisdiksi Voluntaria: wewenang pengadilan yang bersifat sukarela.
·         Kompetensi: wewenang mengadili
-          Kompetensi absolut: wewenang mengadili yang berdasar para pihak dan jenis perkara.
-          Kompetensi relatif: wewenang mengadili berdasar pada wilayah pengadilan yang sejenis dan sederajat.
Asas- asas Hukum Acara:
1.       Tidak ada keharusan menunjuk kuasa.
2.       Sekali sidang putus.
3.       Presumption of innocent.
Asas- asas persidangan:
1.       Sidang terbuka untuk umum.



·         Macam-macam sumpah:
-          Sumpah jabatan
-          Sumpah saksi
-          Sumpah TOLK (juru bahasa)
-          Sumpah pihak (alat bukti)
Sumpah pihak:
1.       Suppletoir (Pasal 155 HIR) sumpah tambahan karena alat bukti belum cukup.
2.       Teksatoir (pasal 155 HIR)
3.       Desisoir ( pasal 156 HIR)tidak ada alat bukti sama sekali.


PENYELESAIAN SENGKETA HUKUM MELALUI PENGADILAN

Seseorang bisa menggugat karena merasa dirugikan. Hak untuk menggugat diberikan oleh Hukum Acara Perdata. Yang menentukan apakah seseorang dirugikan adalah Hakim.
·         Tujuan gugatan adalah supaya pengadilan memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya.
·         Sifat hukum gugatan:
-          Menentukan ke arah mana proses berjalan.
-          Gugatan mengikat para pihak.
-          Gugatan mencegah daluwarsa.
-          Gugatan memperluas hak.
-          Gugatan mempersempit hak.
·         Hal-hal yang dapat dituntut:
1.       Pelaksanaan prestasi.
2.       Pengakuan hak.
3.       Ganti rugi.
4.       Menempatkan dalam keadaan semula.
5.       Membayar biaya perkara.
Surat Kuasa
Menurut HIR Pasal 153:
-          General Volmacht (kuasa umum)menghadap persidangan tingkat pertama.
-          Bijzondere Volmacht (kuasa khusus)menghadap persidangan tingkat Banding/Kasasi.
Diluar Pasal 123 HIR
-          157 HIR : kuasa istimewa menyangkut sumpah.
-          174 HIR : kuasa istimewa membuat pengakuan.
Hak-hak kuasa:
1.       Mendampingi.
2.       Mewakili.
3.       Menunjuk kuasa limpahan.

·         Diluar HIR
-          Class Action ( PERMA No. 1 tahun 2002) UU No.23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, UU No.41 tahun 1999 tentang kehutanan.
PERMA No. 1 tahun 2002, Pasal 1: satu orang atau lebih mengajukan gugatan bertindak untuk diri sendiri dan/atau kelompok.
-          Legal standing: kedudukan mewakili, gugatan diajukan oleh pihak yang tidak langsung berkepentingan.
-          Citizen Lawsuit: hak gugat warga negara. Dasarnya yurisprudensi perkara ujian nasional.

Syarat-syarat menggugat:
1.       Syarat materiil
a.       Beralasan dan berdasarkan hukum.
b.      Sudah tiba saatnya.
c.       Debitor enggan (sudah ada somasi).
d.      Hak yang pantas, bukan Abus De droit.
e.      Kepentingan yang wajib dihormati.
2.       Syarat formil
a.       Diajukan oleh yang berhak.
b.      Bentuk/cara menggugat, lisan/ tertulis.
c.       Dimana menggugat.
d.      Membayar biaya perkara (Pasal 121 HIR) kecuali Cuma-Cuma, Pasal 237 HIR.

·         Gugatan tidak dapat diterima
1.       Disebut NO (Niet On Vankelijk Verklaard)
2.       Sebab syarat formal tidak terpenuhi.
3.       Gugatan bisa diajukan lagi dengan melengkapi syarat formal.
·         Gugatan ditolak
1.       Disebut weigeren.
2.       Sebab dalil-dalil dalam gugatan tidak dipenuhi.
3.       Gugatan tidak bisa diajukan lagi.
Pasal 118 HIR
1.       Domisili tergugat
2.       Tempat tinggal sebenarnya tergugat
3.       Domisili salah satu tergugat
4.       Domisili debitur utama
5.       Domisili penggugat atau salah satu penggugat
6.       Letak benda tetap
7.       Domisili yang dipilih

·         Memanggil Para Pihakdilakukan dengan panggilan patut.
1.       Adalah jurusita pengadilan yang memanggil pihak yang dipanggil, dan jurusita harus bertemu sendiri dengan pihak yang akan dipanggil.
Antara hari sidang dengan pengadilan kepada tergugat, minimal 3 hari sebelum sidang pihak tergugat harus sudah dipanggil.
Pasal 125 HIRVerstek, merupakan putusan diluar hadirnya tergugat.
·         Syarat verstek:
-          Sudah ada panggilan yang patut.
-          Gugatan beralasan.
-          Berdasarkan hukum.
Jika putusan verstek maka tergugat kalah, jika telah memenuhi semua syarat.
·         Penggugat/kuasanya tidak hadir maka gugatan gugur. Pasal 124 HIRbisa mengulangi, mendaftar lagi, mendaftar lagi.
·         Tergugat/kuasanya tidak hadir maka Hakim menunda sidang, Pasal 126 HIR.
Verstek dijatuhkan ketika tergugat tidak menghadiri sidang pembacaan putusan.
-          Dijatuhkan pada saat sidang I dan tergugat tidak hadir.
-          Dijatuhkan pada sidang yang keberapapun asalkan tergugat belum pernah datang.
-          Jika Tergugat kalah maka Tergugat dapat mengajukan Verzet.
-          Jika Tergugat menang maka Penggugat dapat mengajukan banding.
·         Membaca gugatan (Pasal 131 HIR)
Setelah membaca gugatan Hakim menunjuk upaya hukum kepada para pihak.
Jika penggugat terus, maka gugatan tetap.
Jika merubah gugatan, maka hal-hal yang diperbolehkan untuk dirubah:
1.       Mempertegas gugatan.
2.       Mengurangi, nominal dan jenis tuntutan.
·         Hal-hal yang tidak diperbolehkan:
a.       Menambah.
b.      Mengubah dasar hukum.
Jika tidak dilanjutkan, maka gugatan dicabut.
1.       Eksepsi: tangkisan yang tidak mengenai pokok perkara tapi kalau berhasil dapat menyelesaikan perkara.
2.       Jawaban pokok perkara.
3.       Rekonvensi.
Jawaban Tergugat harus diajukan sekaligus dan urut, berdasar asas pemusatan jawaban (Concentration van Verweer). Eksepsi harus disampaikan sebagai jawaban pertama, jika tidak, dianggap terlambat.
·         Jawaban pokok perkara
Kemungkinan jawaban Tergugat atas pokok perkara:
1.       Mengaku secara bulat.
2.       Mungkir mutlak.
3.       Mengaku dengan keterangan.

4.       mungkir dengan keterangan (penjelasan).

5.       Referte (Pasrah).

Terhadap jawaban yang ketiga, Hakim harus menerimanya secara utuh, tidak boleh dipisah-pisahkan (asas onsplitsbaar aveu) karena akan menimbulkan beban pembuktian kepada para pihak.
·         Insiden, turut sertanya pihak ketiga
Upaya hukum mencampuri proses:
1.       Intervensi (mencampuri/tussenkomst)pihak ketiga masuk dalam proses dengan inisiatif sendiri. Dia masuk melawan Penggugat dan Tergugat. Pihak ketiga mempertahankan hak atas kepentingannya sendiri. Hakim membuat penetapan, mengabulkan/menolak permohonan pihak ketiga.
2.       Voeging (turut serta)pihak ketiga masuk ke dalam proses untuk membantu salah satu pihak. Dia tidak mempunyai kepentingan sendiri. Hakim membuat putusan sela, menerima/menolak permohonan voeging.



HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH
Ciri negara  hukum:
1.       Adanya pengakuan terhadap HAM.
2.       Adanya pemisahan kekuasaan secara jelas.
3.       Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak.
Dasar hukum berlakunya Hukum pemerintahan daerah dalam sejarah ketatanegaraan. Berbeda dan majemuk karena perubahan konstitusi.
1.       UUD 1945 sebagai komstitusi yang pertamanegara kesatuanpemerintahan daerah.
2.       Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 (RIS)→negara federal.
3.       UUD Sementara 1950→negara kesatuan→majelis konstituante.
4.       Kembali ke masa UUD 1945→orde lama, orde baru.
5.       Amandemen I-IX UUD 1945 →era reformasi tahun 1998.
UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan kekuasaan daerah dan pusat
Beberapa alasan dibentuknya pemerintahan daerah (Desentralisasi):
1.       Adanya tugas dan wewenang yang menumpuk di pemerintahan pusat terkait konsep pemerataan, kesejahteraan, dan kesatuan daerah.
2.       Adanya anggapan bahwa pemerintah daerah/kepala daerah dapat menjamin lebih mengetahui kebutuhan derahnya.
3.       Asas efisiensi dan efektifitas.
4.       Mengacu pada konsep negara hukum.
Ciri yang menonjol di UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah:
1.       Sentralistik.
2.       Pemerintahan pusatpemerintahan daerah tingkat I (propinsi)pemerintahan daerah tingkat II (kabupaten/kotamadya).
3.       Kepala daerah memiliki dua kedudukan:
a.       Kepala daerah.
b.      Kepala wilayah.
4.       Kepala daerah merangkap jabatan menjadi ketua DPRD.
Residual powerketentuan yang tidak ada di dalam Undang-Undang, dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dalam Undang-Undang.
PP no. 38 tahun 2007
-          Urusan wajib: wajib dilakukan oleh pemerintahan daerah berkaitan dengan pelayanan dasar.
-          Urusan sisa: tidak diatur di dalam urusan wajib maupun urusan pilihan.
-          Urusan pilihan: urusan yang bertumpu pada daerah, dapat dilaksanakan atau tidak tergantung pada kemampuan daerah tersebut.
-          Konkuren: urusan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.
Urusan yang menjadi kewenangan daerah:
a.       Urusan wajib: yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Misalnya: pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar.
b.      Urusan pilihan: urusan yang terkait dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.

·         Penyelenggara pemerintahan daerah: pemerintah daerah dan DPRD.
·         Pemerintah daerah: kepala daerah dan perangkat-perangkat lain daerah.
·         Asas dalam penyelenggaraan pemerintahan negara asas sentralisasi, asas desentralisasi, asas tugas pembantuan.
·         Asas dalam penyelenggaran pemerintahan daerahasas otonomi dan tugas pembantuan.

SKEMA SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI

Pemerintah daerah

DPRD
Gubernur

Perangkat daerah
-          Sekretariat daerah
-          Dinas daerah
-          Lembaga teknis
Daerah
Badan
kantor
Sekretariat DPRD








SKEMA SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA


Pemerintah daerah Kabupaten/Kota

DPRD
Bupati/Walikota

Perangkat daerah
-          Sekretariat daerah
-          Dinas daerah
-          Lembaga teknis daerah
Badan
Kantor
RSUD
-          Kecamatan
-          Kelurahan
Sekretariat DPRD