Selasa, 02 Juli 2013

makalah kode etik kejaksaan



BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum melaksanakan tugasnya secara merdeka dengan menjujung tinggi hak asasi manusia dalam negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta tugas-tugas lain berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kejaksaan memerlukan adanya satu tata pikir, tata laku dan tata kerja Jaksa dengan mengingat norma-norma agama, susila, kesopanan serta memperhatikan rasa keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, diperlukan sosok Jaksa sebagai abdi hukum yang profesional, memiliki integritas kepribadian, disiplin, etos kerja yang tinggi dan penuh tanggung jawab, senantiasa mengaktualisasikan diri dengan memahami perkembangan global, tanggap dan mampu menyesuaikan diri dalam rangka memelihara citra profesi dan kinerja jaksa serta tidak bermental korup. Jaksa sebagai pejabat publik senantiasa menunjukkan pengabdiannya melayani public dengan mengutamakan kepentingan umum, mentaati sumpah jabatan, menjunjung tinggi doktrin Tri Krama Adhyaksa, serta membina hubungan kerjasama dengan pejabat publik lainnya. Jaksa sebagai anggota masyarakat selalu menunjukkan keteladanan yang baik, bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang serta peraturan perundang- undangan.

  1. Rumusan Masalah
Secara normatif (das solen) tugas dan kewajiban kejaksaan dapat dikatakan hal yang sempurna mencakup hal yang cukup luas. Kejaksaan atau khususnya jaksa mempunyai kedudukan sebagai wakil Negara dalam bidang peradilan. Tugas mewakili Negara adalah hal yang sangat penting terutama kaitannya dengan kewibawaan negara serta dengan hukum itu sendiri. Akan sangat maju dan baik peradilan di Indonesia jika tugas dan kewajiban dari lembaga kejaksaan itu dilaksanakan dengan baik, dalam artian tetap menjaga idealisme lembaga kejaksaan sebagai penegak keadilan walaupun berhadapan dengan realita kehidupan.
Dalam kenyataan (das sein) citra lembaga kejaksaan tidak sebaik dan seindah tugas dan kewajibannya yang sangat ideal. Mafia peradilan, itulah istilah yang kini cukup popular dibicarakan di masyarakat. Bagaimana tidak, lembaga kejaksaan yang harusnya menegakkan hukum justru menggunakan hukum sebagai lahan usaha.
Nilai-nilai keluhuran hukum tidak lagi dijunjung tinggi. Dalam menangani suatu kasus di peradilan tidak jarang aparat penegak hokum dalam hal ini hakim, jaksa, dan penasihat hokum “main mata.” Hukum pun dipermainkan untuk kepentingan mereka sendiri.
Lalu bagaimana seharusnya etika dan moralitas aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum dan menjaga idealisme profesi mereka?
Bahasan kali ini dibatasi pada jaksa yang mempunyai peran sebagai wakil negara. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah sejarah profesi jaksa di Indonesia?
2.      Apakah kewajiban jaksa dalam menjalankan tugas profesinya?
3.      Apa sajakah larangan profesi sebagai jaksa?
4.      Bagaimana jaksa tetap menjaga idealisme Profesi?
5.      Apa sajakah norma dalam kode etik jaksa?








BAB II
PEMBAHASAN
  1. Sejarah Profesi Jaksa
Profesi jaksa sudah ada dan dikenal sejak lama sebelum Indonesia merdeka, bahkan sebelum ada negara Indonesia. Pada masa Kerajaan Majapahit, jaksa dikenal dengan ilstilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa.
Dhyaksa dikatakan sebagai pejabat negara yang dibebani tugas untuk menangani masalah-masalah peradilan di bawah pengawasan Majapahit. Gajah Mada selaku pejabat adhyaksa, sedangkan dharmadhyaksa berperan sebagai pengawas tertinggi dari kekayaan suci dalam urusan kepercayaan, dan menjabat sebagai ketua pengadilan.
Kata dhyaksa ini kemudian menjadi jaksa. Setelah Indonesia merdeka, lembaga jaksa tetap dipertahankan, yakni dengan mengambil alih peraturan yang pernah berlaku pada masa penjajahan Jepang. Jaksa adalah pejabat fungsional dari lembaga pemerintahan, berbeda dengan hakim, pengangkatan dan pemberhentian jaksa tidak dilakukan oleh kepala negara, tetapi oleh jaksa agung sebagai atasannya.
Agar kejaksaan dapat mengemban kewajibannya dengan baik, maka berdasarkan Keputusan Jaksa Agung No. Kep-052/J.A/8/1979 ditetapkan pula tentang Doktrin Adhyaksa Tri Krama Adhyaksa.
Doktrin tersebut berunsurkan Catur Asana, Tri Atmaka, dan Tri Krama Adhyaksa. Catur Asana merupakan empat landasan yang mendasari eksistensi, peranan, wewenang, dan tindakan kejaksaan dalam mengemban tugasnya baik di bidang yustisial, nonyustisial, yudikatif, maupun eksekutif.
Landasan idiilnya adalah Pancasila, landasan konstitusionalnya adalah UUD 1945, dan landasan peraturan perudangan yang lainnya.
Tri Atmaka merupakan tiga sifat hakiki kejaksaan yang membedakan dengan alat Negara lainnya. Tiga sifat itu adalah tunggal, mandiri, dan mumpuni. Bersifat tunggal karena kejaksaan adalah satu-satunya lembaga Negara yang mewakili pemerintah dalam urusan pengadilan dan dengan system hierarki tindakan setiap jaksa dianggap sebagai tindakan seluruh korps. Dikatakan mandiri karena kejaksaan merupakan lembaga yang berdiri sendiri terlepas dari Departemen Kehakiman, dan mandiri dalam arti memiliki kekuasaan istimewa sebagai alat penegak hukum yang mewakili pemerintah dalam bidang yudikatif, satu-satunya aparat yang berwenang mengenyampingkan perkara, menuntut tindak pidana di pengadilan, dan berwenang melaksanakan putusan pengadilan.
Kekhususan ini merupakan cirri khas lembaga kejaksaan yang membedakan dirinya dari lembaga atau badan penegak hukum lainnya. Mumpuni menunjukkan bahwa kejaksaan memiliki tugas luas, yang melingkupi bidang-bidang yustisial dan nonyustisial dengan dilengkapi kewenangan yang cukup dalam menunaikan tugasnya. Tri
Krama Adhyaksa adalah sikap mental yang baik dan terpuji yang harus dimiliki oleh jajaran kejaksaan, yang meliputi sifat satya, adi, dan wicaksana.

  1. Kewajiban Jaksa
Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa wajib:
  1. mentaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;
  2. menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan;
  3. mendasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan dan kebenaran;
  4. bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan /ancaman opini public secara langsung atau tidak langsung;
e.  bertindak secara obyektif dan tidak memihak;
f.  memberitahukan dan/atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh tersangka/                       terdakwa maupun korban;
g.  membangun dan memelihara hubungan fungsional antara aparat penegak
       hukum dalam mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu;
h.  mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai kepentingan
pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung;
  1. menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan;
  2. menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan;
k.  menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia dan hak-hak
kebebasan sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undangan dan instrument Hak Asasi Manusia yang diterima secara universal;
l.  menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana;
m. bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur       yang ditetapkan;
n. bertanggung jawab secara eksternal kepada public sesuai kebijakan pemerintah   dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran.

  1. Larangan Profesi Jaksa
Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa dilarang:
  1. menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/ atau pihak lain;
  2. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
  3. menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis;
  4. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta dan/ atau menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya;
  5. menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung;
  6. bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun;
g  membentuk opini public yang dapat merugikan kepentingan penegakan
hokum.
  1. memberikan keterangan kepada publik kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangani.

  1. Menjaga Idealisme Profesi Jaksa
Profesi jaksa adalah sebuah profesi dalam posisi yang sangat penting dalam penegakan hukum di peradilan. Lembaga kejaksaan secara umum dan jaksa secara khusus adalah lembaga independen yang mewakili pemerintah dalam hal peradilan. Kedudukan ini membuat banyak sorotan terhadap kinerja jaksa dalam menjalankan profesinya. Posisi jaksa sangat riskan menghadapi tantangan baik dari internal maupun tantangan eksternal. Jaksa mudah saja memanfaatkan posisinya untuk mencari keuntungan pribadi.
Ini adalah tantangan eksternal, yang berasal dari luar diri jaksa dimana pihak-pihak yang sedang dalam perkara dalam peradilan meminta jaksa agar member keringanan dalam tuntutan dengan memberi sejumlah imbalan/hadiah. Tantangan internal adalah sikap moral, hati nurani, dan perasaan yang dimiliki jaksa. Seorang jaksa yang tidak memiliki moral dan hati nurani yang baik akan mudah terpengaruh untuk memanfaatkan kondisi tersebut. Sebagai contoh nyata adalah terungkapnya dugaan penyuapan yang diterima Jaksa Urip Tri Gunawan yang sedang menangani kasus BLBI. Kasus ini seolah mengungkap betapa carut- marutnya lembaga kejaksaan dan jaksa yang ada di dalamnya. Betapa tidak, kedudukan jaksa dimanfaatkan untuk mencari keuntungan pribadi, bukannya menjaga wibawa negara dan menegakkan nilai-nilai keadilan.
Menjaga idealisme dan etika profesi jaksa berkaitan dengan moral dan hati nurani seorang jaksa. Peraturan hukum dan undang-undang yang ada hanya sebagai jalur dan rambu-rambu untuk jaksa dalam melaksanakan tugasnya. Sebagus apapun peraturan, saat diri pribadi jaksa tidak mempunyai kesadaran yang tinggi untuk menegakkan nilai-nilai hukum.
Sebaliknya, dengan peraturan yang tidak terlalu banyak namun ada moral dan hati
nurani yang baik, peraturan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik pula. Nilai-nilai hokum dapat ditegakkan dan dijunjung tinggi.

  1. Penegakan Kode Perilaku Jaksa dan Tindakan Administratif
(1)   Tindakan administrative dikenakan pada perbuatan tidak melaksanakan  kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang;
(2) Selain sanksi yang sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan , jaksa yang melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa dapat dikenakan tindakan administratif;
(3)   Jenis tindakan administratif terhadap pelanggaran Kode Perilaku Jaksa terdiri  dari:
a.       Pembebasan dari tugas-tugas jaksa paling singkat tiga bulan dan paling lama satu tahun dan selama masa menjalani tindakan administrasi tersebut tidak diterbitkan Surat Keterangan Kepegawaian;
b.      Pengalih tugasan pada satuan kerja yang lain.

  1. Norma Kode Etik Jaksa
Dunia kejaksaan di Indonesia terdapat lima norma kode etik profesi jaksa, yaitu:
  1.  Bersedia untuk menerima kebenaran dari siapapun, menjaga diri, berani, bertanggung jawab dan dapat menjadi teladan di lingkungannya
  2. Mengamalkan dan melaksanakan pancasila serta secara aktif dan kreaatif dalam pembangunan hukum untuk mewujudkan masyarakat adil
  3. Bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada para pencari keadilan
  4. Berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam diri, berkata dan bertingkah laku
  5. Mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi atau golongan
Dalam usaha memahami maksud yang terkandung dalam kode etik jaksa tidaklah terlalu sulit. Kata-kata yang dirangkaikan tidak rumit sehingga cukup mudah untuk dimengerti. Karena kode etik ini disusun dengan tujuan agar dapat dijalankan. Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita akan mengarah pada keberhasilan.



























BAB III
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
Etika adalah suatu sifat kepribadian, perasaan batin seseorang untuk dapat menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Etika akan memberi semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam perkembangannya dikenal etika profesi. Etika profesi adalah etika yang dinormakan dan dipakai suatu kelompok profesi tertentu yang menjadi nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi oleh kelompok profesi tersebut.
Profesi jaksa adalah profesi yang sangat mulia, mewakili Negara dalam penegakan hukum dalam peradilan. Posisi ini sangat penting sekaligus rawan berbagai penyimpangan. Betapa berat tantangan yang harus dihadapi jaksa diantara idealisme dan realita. Sikap moral dan hati nurani sangat penting bagi jaksa dalam menjalankan tugas profesinya. Sebaik apapun aturan yang mengatur jaksa, tidak akan banyak berarti saat tidak ada kesadaran jaksa untuk menjalankan aturan tersebut.
Jawaban permasalahan yang melanda jaksa adalah dengan merealisasikan idealisme profesi jaksa sebagai penegak hokum dalam keadaan apapun. “Meskipun langit runtuh, hokum harus tetap ditegakkan.” Sekiranya para jaksa tetap mampu dan terus berusaha untuk merealisasikan kata-kata tersebut.










DAFTAR PUSTAKA
Kansil, C.S.T. 1996. Pokok-pokok Etika Profesi Hukum. Jakarta : PT Pradnya Paramita
Sungguh, As’ad. 2000. Etika Profesi. Jakarta : Sinar Grafika
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar