I.
PENDAHULUAN
Sebagai makhluk sosial manusia di dalam
kehidupan sehari-hari selalu berinteraksi dengan manusia yang lain. Hubungan
manusia dengan manusia yang lain di dalam suatu masyarakat tujuannya adalah
untuk memenuhi kebutuhannya agar dari waktu ke waktu manusia dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hubungan yang dilakukan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat ada yang bersifat hubungan sosial biasa dan ada pula
yang merupakan hubungan hukum (Perdata). Di dalam hubungan interaksi sosial
tersebut manusia ingin setiap perbuatan yang dilakukannya selalu berjalan
dengan baik. Namun, seringkali di dalam melakukan kegiatannya terjadi masalah
dengan pihak lain yang menyebabkan kerugian di salah satu pihak. Perbuatan
tersebut sering disebut sebagai perbuatan melanggar hukum. Di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, perbuatan melanggar hukum masuk dalam lapangan
hukum perikatan, yaitu perikatan yang lahir dari undang-undang. Di dalam
KUHPerdata perbuatan melanggar hukum diatur secara umum dalam Pasal 1365 sampai
dengan Pasal 1369 KUHPerdata.
Perbuatan yang melanggar hukum merupakan
suatu perkara yang sering terjadi di dalam masyarakat, dan penyelesaiannya
masih sering menimbulkan tanda tanya karena terhadap perkara yang sama dapat
terjadi putusan yang berbeda. Terhadap sengketa perbuatan melanggar hukum ini
dapat terjadi baik itu dilakukan oleh perorangan atau bertindak sebagai wakil
badan hukum atau juga yang dilakukan oleh orang lain yang berada di bawah
tanggung jawabnya serta yang ditimbulkan oleh barang atau hewan yang berada di
bawah pengawasannya, ataupun yang dilakukan oleh penguasa. Dengan terjadinya
perbuatan melanggar hukum tersebut kemudian timbulah tanggung jawab si pembuat
perbuatan itu kepada pihak yang dirugikan. Tetapi untuk adanya tanggung jawab
itu harus dituntut dan dibuktikan dalam persidangan di pengadilan.
Di dalam KUHPerdata, perbuatan melanggar
hukum termasuk dalam hukum perikatan yang lahir dari undang-undang. Dalam Pasal
1365 KUHPerdata ditentukan bahwa, tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa
kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menyebabkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perbuatan Melanggar Hukum
Dalam KUHPerdata tidak dijumpai
pengertian perbuatan melanggar hukum, hanya disebutkan pasal-pasal yang
mengatur perbuatan yang melanggar hukum. Untuk itu pengertian perbuatan
melanggar hukum harus dicari di luar peraturan perundang-undangan yang telah
ada. Untuk itu dalam mencari pengertian perbuatan melanggar hukum kita harus
mencarinya dalam doktrin-doktrin atau di dalam yurisprudensi.
Pengertian perbuatan melanggar hukum
yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata terdapat dua ajaran, yaitu:
1. Ajaran
sempit
Perumusan perbuatan melanggar hukum
menurut ajaran sempit yaitu, suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif orang
lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri dari yang berbuat dan
hal itu harus berdasarkan undang-undang. Jadi, melanggar hukum adalah sama
dengan melanggar undang-undang. Pengertian perbuatan melanggar hukum menurut
ajaran sempit ini dianut oleh Hoge Raad sebelum tahun 1919, tepatnya sebelum
adanya Arrest Hoge Raad 31 Januari 1919.
2. Ajaran
luas
Perumusan perbuatan melanggar hukum
menurut ajaran luas yaitu, berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang
lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum dari orang yang berbuat demikian
atau bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan dengan sikap hati-hati
yang sebagaimana patutnya dalam pergaulan masyarakat terhadap orang atau barang
orang lain.
Pengertian perbuatan yang melanggar
hukum dalam arti yang luas ini dianut dan diterapkan setelah adanya Arrest Hoge
Raad 31 Januari 1919 dan berlaku sampai sekarang. Penafsiran pengertian
perbuatan melanggar hukum menurut ajaran luas inilah yang dianut dan diikuti
oleh pengadilan di seluruh Indonesia sekarang ini.
B.
Syarat-Syarat
Dalam Perbuatan Melanggar Hukum
Dengan melihat pengertian mengenai
perbuatan melanggar hukum seperti yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
dikatakan bahwa suatu perbuatan merupakan perbuatan yang melanggar hukum
apabila:
1. Melanggar
hak orang lain, atau
2. Bertentangan
dengan kewajiban hukum si pembuat, atau
3. Bertentangan
dengan norma kesusilaan, atau
4. Bertentangan
dengan kepatutan yang ada dalam masyarakat terhadap diri atau barang orang
lain.
Dari
rumusan pengertian diatas kita dapat mengetahui bahwa suatu perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang itu melanggar hukum atau tidak. Untuk dapat mengetahui
perbuatan melanggar hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kita harus mendasarkan
pada ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata.
Dalam
Pasal 1365 KUHPerdata diatur mengenai unsur-unsur yang ada dalam perbuatan
melawan hukum. Unsur-unsur tersebut yaitu, tiap perbuatan yang melanggar hukum,
yang membawa kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena
kesalahannya menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Dari bunyi
Pasal 1365 KUHPerdata tersebut dapat kita ketahui apa yang menjadi unsur-unsur
atau syarat-syarat dari perbuatan melanggar hukum tersebut yaitu, ada perbuatan
yang melanggar hukum, ada kerugian, ada kesalahan, dan ada hubungan sebab
akibat antara perbuatan dengan kerugian.
Maka
tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum timbul bila telah memenuhi empat
unsur atau syarat seperti yang telah disebutkan diatas. Unsur-unsur tersebut
diatas adalah harus dibuktikan di dalam persidangan di pengadilan. Pihak
tergugat akan dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan jika ternyata dia dikalahkan dalam pembuktian di persidangan.
C.
Petitum
Dalam Sengketa Perbuatan Melanggar Hukum
Bentuk tanggung jawab dalam perbuatan
melanggar hukum tersebut berupa ganti kerugian atas perbuatan yang telah
dilakukan yang menimbulkan kerugian. Ganti kerugian tersebut selain dapat dalam
bentuk uang, juga dapat berupa ganti kerugian dalam bentuk yang lain. Pasal
1365 KUHPerdata memberikan kemungkinan beberapa jenis tuntutan yaitu:
1. Ganti
kerugian atas kerugian dalam bentuk uang,
2. Ganti
kerugian atas kerugian dalam bentuk natura atau pengembalian dalam keadaan seperti
semula,
3. Pernyataan
bahwa perbuatan yang dilakukan adalah bersifat melanggar hukum,
4. Larangan
untuk melakukan suatu perbuatan,
5. Meniadakan
sesuatu yang diadakan secara melanggar hukum,
6. Pengumuman
suatu keputusan atau dari sesuatu yang telah diperbaiki.
Di
dalam praktek, pada intinya seseorang yang melakukan perbuatan dapat
dipertanggungjawabkan jika perbuatan yang dilakukannya menimbulkan kerugian
bagi pihak lain. Tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum berupa
kewajiban untuk memberi ganti rugi atas kerugian yang telah ditimbulkannya.
Ganti
rugi yang dapat diberikan dalam perbuatan melanggar hukum dapat berbentuk
macam-macam tergantung apa yang dituntut oleh penggugat dalam gugatannya.
Dengan demikian bentuk ganti rugi tersebut haruslah disebut dan dimuat dalam
gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat. Ganti rugi yang dapat dituntut dalam
gugatan tersebut bisa berwujud uang atau pengembalian keadaan seperti semula,
pernyataan bahwa tergugat melakukan perbuatan melanggar hukum, larangan atau
kewajiban untuk melakukan perbuatan tertentu dan/atau berupa tuntutan untuk
mengumumkan putusan hakim. Dikabulkannya tuntutan-tuntutan tersebut adalah
tergantung dari hasil proses pembuktian dalam persidangan di pengadilan.
Tuntutan-tuntutan
ganti kerugian atas perbuatan melanggar hukum, dalam gugatan yang diajukan oleh
pihak penggugat disusun secara komulatif. Dengan demikian ada kemungkinan
tuntutan yang satu ditolak dan tuntutan yang lain dikabulkan, tergantung dari
pertimbangan hakim dalam pemeriksaan perkara di persidangan. Dengan demikian
maka dapat dikatakan bahwa petitum terhadap sengketa perbuatan melanggar hukum
di Pengadilan Negeri dapat berupa sebagai berikut:
1. Pernyataan
dan menetapkan bahwa tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum,
2. Pengembalian
pada keadaan seperti semula,
3. Ganti
kerugian atas kerugian dalam bentuk uang,
4. Larangan
atau keharusan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu berkaitan dengan
perbuatan melanggar hukum tersebut.
5. Pengumuman
putusan hakim atau dari sesuatu yang telah diperbaiki.
Rumusan
seperti diatas diajukan dalam gugatan secara komulatif. Pada umumnya tanggung
jawab yang berupa pengembalian keadaan seperti semula telah diperhitungkan
dalam sejumlah nilai uang. Dan akhirnya yang menentukan ada tidaknya tanggung
jawab dalam perbuatan melanggar hukum adalah tergantung dari pertimbangan Hakim
di pengadilan dalam memeriksa bukti-bukti yang diajukan oleh pihak penggugat.
Disamping
tuntutan ganti kerugian tersebut harus dicantumkan dalam gugatan penggugat,
tuntutan itu haruslah disertai dengan bukti-bukti yang menunjukan adanya
perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh tergugat dan yang mendukung
tuntutan itu guna menguatkan tuntutan tersebut. Tidak semua tuntutan penggugat
dalam gugatan itu dikabulkan, tuntutan yang dikabulkan oleh hakim tergantung
dari pertimbangan hakim setelah memeriksa bukti-bukti yang diajukan dalam
persidangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar