Selasa, 30 April 2013

Politik Hukum



BAB I
POLITIK HUKUM INDONESIA

A.    Konsep Negara Hukum
Ide tentang negara hukum, selain terkait dengan konsep “rechtstaat” dan “the rule of law” serta “nomocracy” yang berasal dari kata “nomos” dan “cratos” dapat dibandingkan dengan “demos” dan “cratos” dalam demokrasi. Istilah nomokrasi berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Hukum menjadi pemandu, pengendali, pengontrol, dan pengatur dari segala aktifitas berbangsa dan bernegara, sehingga yang dianggap sebagai pemimpin adalah hukum, bukan manusia dan sekaligus penolakan kekuasaan absolut raja atas negara dalam sistem hukum pada sistem negara monarkhi pada masa lalu, yaitu hukum diciptakan raja dan perintah raja adalah hukum.
Konsep negara hukum dengan istilah “rechtstaat”,” the rule of law” dan “nomocracy” menjadi ide bagi munculnya negara demokrasi. Hal ini sebagaimana terlihat dalam penjelasan sistem pemerintahan negara kita, bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar hukum serta tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Sistem demokrasi tersebut kemudian dikenal dengan ungkapan: “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”.
Jimly Asshiddiqie merumuskan kembali adanya dua belas prinsip pokok bagi negara hukum (rechtstaat) yang berlaku pada zaman sekarang sebagai pilar utama berdirinya satu negara hukum modern sehingga dapat disebut sebagai negara hukum yang sebenarnya, sebagai berikut:
1.      Supremasi hukum
2.      Persamaan dalam hukum
3.      Asas legalitas
4.      Pembatasan kekuasaan
5.      Organ-organ eksekutif independen
6.      Peradilan bebas dan tidak memihak
7.      Peradilan tata usaha negara
8.      Peradilan tata negara
9.      Perlindungan HAM
10.  Bersifat demokratis
11.  Sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara
12.  Transparansi dan kontrol sosial.
Indonesia telah memberikan penegasan dalam Penjelasan UUD 1945 bahwa, Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegasan tersebut harus diikuti dengan politik hukum yang akan digunakan untuk mengatur kehidupan negara, termasuk politik hukum yang akan digunakan bagi upaya penanggulangan kejahatan.
B.     Konsep Politik Hukum Dalam Negara Hukum
Secara umum politik hukum terkait dengan hukum, yaitu hukum seperti apa yang akan digunakan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Politik hukum tersebut harus sesuai dengan nilai-nilai maupun pandangan hidup dari bangsa yang bersangkutan. Dalam praktek kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat perlu memperhatikan tiga dimensi, yaitu politik, hukum, dan budaya yang di dalamnya tersimpan seperangkat nilai yang akan dijadikan sebagai dasar kebijakan untuk mengatur kehidupan masyarakat sehingga dapat mencerminkan nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh suatu bangsa. Politik berarti penentuan pilihan atau pengambilan sikap terhadap tujuan-tujuan  sosial yang dianggap sangat berharga, termasuk upaya-upaya mencapai tujuan-tujuan tersebut dan juga dapat berkaitan dengan dapat tercapai tidaknya tujuan-tujuan sosial serta dapat digunakan tidaknya sarana-sarana untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, politik hukum Indonesia selain harus memperhatikan dimensi sistem nilai serta etika, sehingga pelaksanaannya tidak bersifat normatif-positivis tetapi juga sosiologis atau mempertimbangkan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Fungsi politik hukum terdiri dari pembuatan maupun penegakan hukum, pelaksanaan kewenangan serta penerapan hukum. Pembuatan hukum terkait dengan konsep penerimaan nilai-nilai. Penegakan hukum terkait keputusan yang diambil pembuat hukum. Sedangkan penerapan hukum terkait dengan berbagai cara asal sesuai dengan tujuan yang diterapkan. Dibutuhkan suatu politik hukum yang jelas dan tidak setengah hati serta dapat digunakan untuk mewujudkan tujuan sesuai dengan nilai-nilai maupun pandangan hidup suatu bangsa. Secara umum dikenal tiga sistem nilai-nilai dan pandangan hidup yang digunakan oleh bangsa-bangsa di dunia, yaitu Individualisme Liberalisme, sosialisme komunisme, dan pancasila. Dengan demikian politik hukum yang akan digunakan untuk mengatur kehidupan bermayarakat, berbangsa, dan bernegara oleh suatu bangsa juga tidak akan lepas dari nilai-nilai dan pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa tersebut.

C.    Politik Hukum Indonesia
Politik hukum menyangkut sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus sesuai dengan konstitusi negara atau dasar konstitusional bagi politik hukum Indonesia.
Politik hukum Indonesia sebagai bagian dari politik nasional dalam praktek sangat ditentukan oleh konfigurasi kekuatan sosial politik masyarakat yang ada di dalamnya, khususnya keanekaragaman masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, semangat keterbukaan dan demokratisasi sangat dibutuhkan untuk melahirkan suatu konsensus dan sebaliknya semangat status quo dan ketertutupan semakin dihilangkan untuk menghindari konflik sosial yang dapat menghambat upaya pembangunan hukum nasional. Politik hukum yang digunakan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara suatu bangsa harus sesuai dengan nilai-nilai serta pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa serta kecenderungan global. Selain itu, dalam praktek ketatanegaraan politik hukum nasional sangat dipengaruhi oleh rezim yang berkuasa pada zamannya, baik rezim orde lama, rezim orde baru, serta era reformasi sekarang.
Meskipun pada era reformasi terjadi perubahan dalam bidang perundang-undangan serta kelembagaannya tetapi yang terjadi kejahatan justru semakin meningkat. Bahkan saat ini korupsi banyak dilakukan pejabat penyelenggara negara mulai dari tingkat atas hingga tingkat bawah. Korupsi tersebut telah menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi negara, namun oleh hakim pelaku hanya dijatuhi pidana ringan berupa denda dan penjara.Salah satunya yaitu korupsi yang terjadi secara meluas dan sistemik. Sejak merdeka sampai saat ini rezim penguasa sangat menentukan warna politik hukum sesuai zamannya masing-masing.






BAB II
POLITIK HUKUM PIDANA

A.    Konsep Politik Hukum Pidana
Kemerdekaan bangsa Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 di dalamnya memuat cita-cita dan keinginan luhur bangsa Indonesia, yaitu mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera sesuai dengan nilai-nilai serta pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945. Salah satu penghalang cita-cita luhur bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta sejahtera adalah adanya gangguan terhadap masyarakat berupa pelanggaran maupun kejahatan.
Kejahatan merupakan suatu gejala anti sosial yang harus diberantas demi kelancaran hidup bermasyarakat. Kejahatan akan selalu ada di dalam masyarakat. Ia merupakan fenomena kehidupan manusia. Usaha yang dapat dilakukan hanyalah melakukan usaha yang dapat mencegah dan mengurangi kejahatan dalam masyarakat. Kejahatan sangat berkaitan dengan pemidanaan, sebab mereka yang telah melakukan kejahatan seharusnya diajukan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman pidana yang setimpal, sesuai perbuatan yang dilakukannya.
Penanggulangan kejahatan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1.      Pembuatan peraturan perundang-undangan.
2.      Perumusan tindak pidana
3.      Perumusan ancaman pidana
4.      Penegakan hukum
5.      Penjatuhan sanksi pidana
Dari tahapan diatas, maka tahapan yang sangat penting adalah tahapan pertama tentang perumusan tindak pidana, yaitu harus jelas dan lengkap serta tidak bersifat serba meliputi (elastis). Kemudian tahapan yang kedua tentang perumusan ancaman sanksi pidana, yaitu harus sesuai dengan bentuk, jenis, serta sifat kejahatan maupun dampak yang ditimbulkannya. Perumusan ancaman sanksi pidana dalam suatu undang-undang merupakan cerminan dari kesadaran dan budaya hukum masyarakat suatu bangsa.
Salah satu tindak pidana yang dapat menghambat cita-cita dan keinginan bangsa Indonesia adalah terjadinya tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi telah merugikan keuangan negara dan juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga perlu digolongkan sebagai kejahatan luar biasa yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Upaya penanggulangan kejahatan harus dilakukan secara rasional melalui politik hukum pidana sesuai dengan ideologi bangsa yang bersangkutan. Oleh karena itu, politik hukum pidana yang digunakan bagi penanggulangan kejahatan dalam suatu negara harus bersifat rasional dan sesuai dengan nilai-nilai maupun pandangan hidup yang dianut oleh bangsa yang bersangkutan.

B.     Karakter Hukum Dalam Politik Hukum Pidana
Politik hukum merupakan pernyataan kehendak penguasa mengenai hukum yang akan diberlakukan dalam wilayah suatu negara serta arah yang hendak dikembangkan atau hukum yang digunakan untuk mengatur kehidupan seluruh masyarakat dan bangsa dalam suatu negara, termasuk hukum yang digunakan bagi penanggulangan kejahatan yang terjadi dalam masyarakat sesuai dengan nilai-nilai dan ideologi serta latar belakang budaya masyarakat bangsa-bangsa di dunia. Dengan demikian politik hukum yang digunakan bagi penanggulangan kejahatan dalam masyarakat adalah politik hukum yang sesuai dengan nilai-nilai maupun pandangan hidup dan latar belakang budaya masyarakat suatu bangsa. Maka politik hukum pidana Indonesia harus sesuai dengan Pancasila yang memuat nilai-nilai dasar yaitu, Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Politik hukum pidana sebagai bagian dari politik hukum di dalamnya harus memuat bagaimana mengusahakan dan merumuskan perundang-undangan yang baik, karena penanggulangan kejahatan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat yang merupakan tujuan akhir dari politik kriminal.
Hukum dalam negara hukum yang dibuat oleh lembaga legislatif dalam kenyataannya adalah merupakan produk politik. Hukum sebagai produk politik tersebut dalam kenyataannya sangat bergantung kepada konfigurasi politik dalam lembaga legislatif dan tolak tarik kepentingan, yaitu antara kepentingan politik dan kepentingan hukum karena lembaga legislatif lebih dekat dengan politik daripada dengan hukum.
Karakter politik hukum nasional sangat dipengaruhi oleh karakter hukum sebagai produk politik dari konfigurasi yang ada dalam lembaga legislatif tersebut. Oleh karena itu, karakter hukum sebagai produk politik sangat mempengaruhi karakter hukum pada politik hukum nasional, tetapi yang lebih penting adalah karakter hukum politik hukum nasional suatu bangsa harus bersifat fungsional. Artinya, politik hukum nasional tidak perlu memandang persamaan maupun perbedaan yang ada, tetapi yang lebih penting adalah karakter hukum tersebut dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat.

C.    Politik Hukum Pidana Indonesia
Pada hakekatnya istilah politik, hukum, dan pidana merupakan istilah-istilah yang digunakan dalam hukum pidana yang bersifat khusus yang harus diberikan makna yuridis dalam kerangka politik hukum pidana, terkait politik hukum pidana yang digunakan sebagai strategi dan kebijakan bagi penanggulangan kejahatan. Hukum pidana materiil atau hukum pidana substantif atau hukum pidana adalah hukum yang mengecam pelanggaran terhadap hukum pidana dengan sanksi istimewa. Apabila terjadi pelanggaran, pelakunya diajukan ke pengadilan dan dijatuhi sanksi yang setimpal dengan perbuatannya, baik sanksi pidana atau sanksi tindakan. Sanksi pidana lebih menekankan unsur pembalasan, sedangkan sanksi tindakan bersumber dari ide dasar perlindungan masyarakat.
Hukum pidana mempunyai peran yang sangat sentral dalam kehidupan suatu negara. Hal ini terkait dengan politik hukum pidana yang akan digunakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara segera setelah menyatakan kemerdekaannya pada saat berdirinya negara tersebut. Peraturan perundang-undangan yang akan digunakan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tersebut harus ditentukan sejak awal, yaitu setelah negara tersebut menyatakan kemerdekaannya. Negara merdeka harus mempunyai tatanan dan aturan sendiri untuk mengatur segala bidang kehidupan, terutama aturan hukum apa yang akan digunakan dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kaitannya dengan politik hukum pidana yang akan digunakan bagi upaya penanggulangan kejahatan tersebut, bangsa Indonesia sejak menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 telah memilih untuk menggunakan Undang-Undang Pidana yang pernah diberlakukan pada masa kolonial.  Hal diatas menunjukan, politik hukum pidana yang akan digunakan bagi penanggulangan kejahatan di Indonesia adalah hukum pidana warisan dari pemerintah kolonial Belanda, sehingga politik hukum pidana tersebut mempunyai karakter hukum kolonial yang sudah barang tentu tidak sesuai dengan nilai-nilai dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Meskipun telah dilakukan penyesuaian terhadap hukum pidana warisan pemerintah kolonial dengan situasi dan kondisi Indonesia, tetapi penyesuaian-penyesuaian yan dilakukan tersebut bersifat umum sehingga tidak mendasar sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang bersifat pluralistik dan heterogen.
Padahal Undang-Undang Hukum Pidana yang digunakan untuk mengatur kehidupan suatu bangsa harus memenuhi syarat-syarat nilai, yaitu:
1.      Nilai filosofis
Yaitu sesuai dengan nilai-nilai dan pandangan hidup (ideologi) bangsa Indonesia.
2.      Nilai yuridis
Yaitu aturan hukum tersebut memuat nilai kepastian dan keadilan serta mudah diterapkan.
3.      Nilai sosiologis
Yaitu aturan hukum tersebut harus memperhatikan norma, nilai-nilai yang berlaku atau hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia.

Penanggulangan kejahatan konvensional menggunakan hukum Pidana warisan kolonial Belanda mempunyai karakter hukum kolonial yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sedangkan penanggulangan kejahatan non konvensional menggunakan produk hukum nasional mempunyai karakter hukum nasional yang merupakan produk politik sesuai dengan konfigurasi politik maupun tolak tarik kepentingan dalam lembaga legislatif.







BAB III
KEBIJAKAN KRIMINAL (CRIMINAL POLICY)

A.    Pengertian Kebijakan Kriminal
Politik kriminal merupakan bagian dari politik penegakan hukum dalam arti luas yang kesemuanya itu merupakan bagian dari politik sosial, yaitu usaha dari masyarakat atau negara untuk meningkatkan kesejahteraan warganya, melalui tindakan pengamanan maupun perlindungan masyarakat dari gangguan kejahatan.
Penegakan hukum tersebut dilakukan berdasarkan prinsip:
1.      Supremasi hukum, yaitu semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi.
2.      Persamaan dalam hukum, yaitu ada persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan.
3.      Asas legalitas, yaitu tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis.
4.      Peradilan yang bebas dan tidak memihak, yaitu peradilan yang bebas dan tidak memihak mutlak harus ada dalam setiap negara hukum.
5.      Perlindungan hak asasi manusia, yaitu ada perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil.
Penegakan hukum yang dilakukan menggunakan kebijakan kriminal didasarkan pada prinsip-prinsip diatas, harus didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas, sarana prasarana yang lengkap dan modern serta anggaran yang memadai.
Politik kriminal merupakan usaha-usaha penanggulangan kejahatan sebagai reaksi masyarakat atas terjadinya kejahatan dalam masyarakat, baik kejahatan konvensional maupun kejahatan non konvensional melalui sistem peradilan pidana terpadu, agar pelaku kejahatan menjadi golongan minoritas bukan mayoritas guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kejahatan mengalami peningkatan dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya perubahan dan kemajuan masyarakat. Kebijakan kriminal bagi upaya penanggulangan kejahatan harus disesuaikan dengan perkembangan maupun perubahan masyarakat serta perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
B.     Hubungan Politik Kriminal dengan Politik Sosial
Politik kriminal pada hakekatnya merupakan bagian integral dari politik sosial atau upaya untuk mencapai kesejahteraan sosial. Kebijakan penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari perlindungan masyarakat dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat. Tujuan utama politik kriminal bukan sebagai pembalasan tetapi sebagai perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, sehingga dibutuhkan hukum pidana fungsional, yaitu hukum pidana yang berfungsi bukan saja memberikan nestapa pada pelaku kejahatan, tetapi sekaligus juga mengatur masyarakat agar hidup lebih damai dan tentram atau pengamanan masyarakat dalam arti luas, yaitu memberikan pengamanan masyarakat, termasuk gangguan kejahatan.

C.    Kebijakan Terpadu bagi Penanggulangan Kejahatan
Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan, yaitu adanya keterpaduan antara politik kriminal dan politik sosial maupun antara penanggulangan kejahatan dengan “penal policy” dan “non penal policy”. Penanggulangan kejahatan harus diintegrasikan dengan keseluruhan kebijakan sosial dan perencanaan pembangunan nasional.
Kebijakan penanggulangan kejahatan tidak banyak artinya bila kebijakan sosial atau kebijakan pembangunan justru menimbulkan faktor kriminogen dan victimogen sebagaimana dikemukakan dalam kongres PBB 1980, bahwa:
1.      Pembangunan itu pada hakekatnya memang tidak bersifat kriminogen, khususnya apabila hasil-hasil itu didistribusikan secara pantas dan adil kepada semua rakyat serta menunjang seluruh kondisi sosial.
2.      Namun demikian pembangunan dapat bersifat kriminogen atau dapat meningkatkan kriminalitas apabila pembangunan itu:
a.       Tidak direncanakan secara rasional.
b.      Perencanaannya timpang atau tidak seimbang.
c.       Mengabaikan nilai-nilai kultural dan moral.
d.      Tidak mencakup strategi perlindungan masyarakat yang integral.
Dari sudut politik kriminal, masalah strategis yang harus ditanggulangi adalah menangani masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar