BAB I
POLITIK HUKUM INDONESIA
A. Konsep Negara Hukum
Ide
tentang negara hukum, selain terkait dengan konsep “rechtstaat” dan “the rule
of law” serta “nomocracy” yang berasal dari kata “nomos” dan “cratos” dapat
dibandingkan dengan “demos” dan “cratos” dalam demokrasi. Istilah nomokrasi
berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan
tertinggi. Hukum menjadi pemandu, pengendali, pengontrol, dan pengatur dari
segala aktifitas berbangsa dan bernegara, sehingga yang dianggap sebagai
pemimpin adalah hukum, bukan manusia dan sekaligus penolakan kekuasaan absolut
raja atas negara dalam sistem hukum pada sistem negara monarkhi pada masa lalu,
yaitu hukum diciptakan raja dan perintah raja adalah hukum.
Konsep
negara hukum dengan istilah “rechtstaat”,” the rule of law” dan “nomocracy”
menjadi ide bagi munculnya negara demokrasi. Hal ini sebagaimana terlihat dalam
penjelasan sistem pemerintahan negara kita, bahwa Indonesia adalah negara yang
berdasar hukum serta tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Sistem demokrasi
tersebut kemudian dikenal dengan ungkapan: “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat”.
Jimly
Asshiddiqie merumuskan kembali adanya dua belas prinsip pokok bagi negara hukum
(rechtstaat) yang berlaku pada zaman sekarang sebagai pilar utama berdirinya
satu negara hukum modern sehingga dapat disebut sebagai negara hukum yang
sebenarnya, sebagai berikut:
1. Supremasi
hukum
2. Persamaan
dalam hukum
3. Asas
legalitas
4. Pembatasan
kekuasaan
5. Organ-organ
eksekutif independen
6. Peradilan
bebas dan tidak memihak
7. Peradilan
tata usaha negara
8. Peradilan
tata negara
9. Perlindungan
HAM
10. Bersifat
demokratis
11. Sebagai
sarana mewujudkan tujuan bernegara
12. Transparansi
dan kontrol sosial.
Indonesia
telah memberikan penegasan dalam Penjelasan UUD 1945 bahwa, Indonesia adalah
negara yang berdasar atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka.
Penegasan tersebut harus diikuti dengan politik hukum yang akan digunakan untuk
mengatur kehidupan negara, termasuk politik hukum yang akan digunakan bagi
upaya penanggulangan kejahatan.
B. Konsep Politik Hukum Dalam Negara
Hukum
Secara
umum politik hukum terkait dengan hukum, yaitu hukum seperti apa yang akan
digunakan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Politik hukum tersebut harus sesuai dengan nilai-nilai maupun pandangan hidup
dari bangsa yang bersangkutan. Dalam praktek kehidupan bernegara, berbangsa,
dan bermasyarakat perlu memperhatikan tiga dimensi, yaitu politik, hukum, dan
budaya yang di dalamnya tersimpan seperangkat nilai yang akan dijadikan sebagai
dasar kebijakan untuk mengatur kehidupan masyarakat sehingga dapat mencerminkan
nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh suatu bangsa. Politik berarti penentuan
pilihan atau pengambilan sikap terhadap tujuan-tujuan sosial yang dianggap sangat berharga,
termasuk upaya-upaya mencapai tujuan-tujuan tersebut dan juga dapat berkaitan
dengan dapat tercapai tidaknya tujuan-tujuan sosial serta dapat digunakan tidaknya
sarana-sarana untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, politik hukum Indonesia
selain harus memperhatikan dimensi sistem nilai serta etika, sehingga
pelaksanaannya tidak bersifat normatif-positivis tetapi juga sosiologis atau
mempertimbangkan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Fungsi
politik hukum terdiri dari pembuatan maupun penegakan hukum, pelaksanaan
kewenangan serta penerapan hukum. Pembuatan hukum terkait dengan konsep
penerimaan nilai-nilai. Penegakan hukum terkait keputusan yang diambil pembuat
hukum. Sedangkan penerapan hukum terkait dengan berbagai cara asal sesuai
dengan tujuan yang diterapkan. Dibutuhkan suatu politik hukum yang jelas dan
tidak setengah hati serta dapat digunakan untuk mewujudkan tujuan sesuai dengan
nilai-nilai maupun pandangan hidup suatu bangsa. Secara umum dikenal tiga
sistem nilai-nilai dan pandangan hidup yang digunakan oleh bangsa-bangsa di
dunia, yaitu Individualisme Liberalisme, sosialisme komunisme, dan pancasila.
Dengan demikian politik hukum yang akan digunakan untuk mengatur kehidupan bermayarakat,
berbangsa, dan bernegara oleh suatu bangsa juga tidak akan lepas dari
nilai-nilai dan pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa tersebut.
C. Politik Hukum Indonesia
Politik
hukum menyangkut sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus
sesuai dengan konstitusi negara atau dasar konstitusional bagi politik hukum
Indonesia.
Politik
hukum Indonesia sebagai bagian dari politik nasional dalam praktek sangat
ditentukan oleh konfigurasi kekuatan sosial politik masyarakat yang ada di
dalamnya, khususnya keanekaragaman masyarakat Indonesia. Oleh karena itu,
semangat keterbukaan dan demokratisasi sangat dibutuhkan untuk melahirkan suatu
konsensus dan sebaliknya semangat status quo dan ketertutupan semakin
dihilangkan untuk menghindari konflik sosial yang dapat menghambat upaya
pembangunan hukum nasional. Politik hukum yang digunakan untuk mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara suatu bangsa harus sesuai
dengan nilai-nilai serta pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa serta
kecenderungan global. Selain itu, dalam praktek ketatanegaraan politik hukum
nasional sangat dipengaruhi oleh rezim yang berkuasa pada zamannya, baik rezim
orde lama, rezim orde baru, serta era reformasi sekarang.
Meskipun
pada era reformasi terjadi perubahan dalam bidang perundang-undangan serta
kelembagaannya tetapi yang terjadi kejahatan justru semakin meningkat. Bahkan
saat ini korupsi banyak dilakukan pejabat penyelenggara negara mulai dari
tingkat atas hingga tingkat bawah. Korupsi tersebut telah menyebabkan kerugian
yang sangat besar bagi negara, namun oleh hakim pelaku hanya dijatuhi pidana
ringan berupa denda dan penjara.Salah satunya yaitu korupsi yang terjadi secara
meluas dan sistemik. Sejak merdeka sampai saat ini rezim penguasa sangat
menentukan warna politik hukum sesuai zamannya masing-masing.
BAB
II
POLITIK
HUKUM PIDANA
A.
Konsep
Politik Hukum Pidana
Kemerdekaan bangsa Indonesia yang
diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 di dalamnya memuat cita-cita dan
keinginan luhur bangsa Indonesia, yaitu mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan
sejahtera sesuai dengan nilai-nilai serta pandangan hidup bangsa Indonesia
yaitu Pancasila dan UUD 1945. Salah satu penghalang cita-cita luhur bangsa
Indonesia untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta sejahtera adalah
adanya gangguan terhadap masyarakat berupa pelanggaran maupun kejahatan.
Kejahatan merupakan suatu gejala anti
sosial yang harus diberantas demi kelancaran hidup bermasyarakat. Kejahatan
akan selalu ada di dalam masyarakat. Ia merupakan fenomena kehidupan manusia.
Usaha yang dapat dilakukan hanyalah melakukan usaha yang dapat mencegah dan
mengurangi kejahatan dalam masyarakat. Kejahatan sangat berkaitan dengan
pemidanaan, sebab mereka yang telah melakukan kejahatan seharusnya diajukan ke
pengadilan dan dijatuhi hukuman pidana yang setimpal, sesuai perbuatan yang
dilakukannya.
Penanggulangan kejahatan dilakukan
melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Pembuatan
peraturan perundang-undangan.
2. Perumusan
tindak pidana
3. Perumusan
ancaman pidana
4. Penegakan
hukum
5. Penjatuhan
sanksi pidana
Dari
tahapan diatas, maka tahapan yang sangat penting adalah tahapan pertama tentang
perumusan tindak pidana, yaitu harus jelas dan lengkap serta tidak bersifat
serba meliputi (elastis). Kemudian tahapan yang kedua tentang perumusan ancaman
sanksi pidana, yaitu harus sesuai dengan bentuk, jenis, serta sifat kejahatan
maupun dampak yang ditimbulkannya. Perumusan ancaman sanksi pidana dalam suatu
undang-undang merupakan cerminan dari kesadaran dan budaya hukum masyarakat
suatu bangsa.
Salah
satu tindak pidana yang dapat menghambat cita-cita dan keinginan bangsa
Indonesia adalah terjadinya tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi telah
merugikan keuangan negara dan juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak
sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga perlu digolongkan sebagai
kejahatan luar biasa yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Upaya
penanggulangan kejahatan harus dilakukan secara rasional melalui politik hukum
pidana sesuai dengan ideologi bangsa yang bersangkutan. Oleh karena itu,
politik hukum pidana yang digunakan bagi penanggulangan kejahatan dalam suatu
negara harus bersifat rasional dan sesuai dengan nilai-nilai maupun pandangan
hidup yang dianut oleh bangsa yang bersangkutan.
B.
Karakter
Hukum Dalam Politik Hukum Pidana
Politik hukum merupakan pernyataan
kehendak penguasa mengenai hukum yang akan diberlakukan dalam wilayah suatu
negara serta arah yang hendak dikembangkan atau hukum yang digunakan untuk
mengatur kehidupan seluruh masyarakat dan bangsa dalam suatu negara, termasuk
hukum yang digunakan bagi penanggulangan kejahatan yang terjadi dalam
masyarakat sesuai dengan nilai-nilai dan ideologi serta latar belakang budaya
masyarakat bangsa-bangsa di dunia. Dengan demikian politik hukum yang digunakan
bagi penanggulangan kejahatan dalam masyarakat adalah politik hukum yang sesuai
dengan nilai-nilai maupun pandangan hidup dan latar belakang budaya masyarakat
suatu bangsa. Maka politik hukum pidana Indonesia harus sesuai dengan Pancasila
yang memuat nilai-nilai dasar yaitu, Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan.
Politik hukum pidana sebagai bagian dari
politik hukum di dalamnya harus memuat bagaimana mengusahakan dan merumuskan
perundang-undangan yang baik, karena penanggulangan kejahatan pada hakekatnya
merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat dan upaya mencapai
kesejahteraan masyarakat yang merupakan tujuan akhir dari politik kriminal.
Hukum dalam negara hukum yang dibuat
oleh lembaga legislatif dalam kenyataannya adalah merupakan produk politik.
Hukum sebagai produk politik tersebut dalam kenyataannya sangat bergantung
kepada konfigurasi politik dalam lembaga legislatif dan tolak tarik
kepentingan, yaitu antara kepentingan politik dan kepentingan hukum karena
lembaga legislatif lebih dekat dengan politik daripada dengan hukum.
Karakter politik hukum nasional sangat
dipengaruhi oleh karakter hukum sebagai produk politik dari konfigurasi yang
ada dalam lembaga legislatif tersebut. Oleh karena itu, karakter hukum sebagai
produk politik sangat mempengaruhi karakter hukum pada politik hukum nasional,
tetapi yang lebih penting adalah karakter hukum politik hukum nasional suatu
bangsa harus bersifat fungsional. Artinya, politik hukum nasional tidak perlu
memandang persamaan maupun perbedaan yang ada, tetapi yang lebih penting adalah
karakter hukum tersebut dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang timbul dalam masyarakat.
C.
Politik
Hukum Pidana Indonesia
Pada hakekatnya istilah politik, hukum,
dan pidana merupakan istilah-istilah yang digunakan dalam hukum pidana yang
bersifat khusus yang harus diberikan makna yuridis dalam kerangka politik hukum
pidana, terkait politik hukum pidana yang digunakan sebagai strategi dan
kebijakan bagi penanggulangan kejahatan. Hukum pidana materiil atau hukum
pidana substantif atau hukum pidana adalah hukum yang mengecam pelanggaran
terhadap hukum pidana dengan sanksi istimewa. Apabila terjadi pelanggaran,
pelakunya diajukan ke pengadilan dan dijatuhi sanksi yang setimpal dengan
perbuatannya, baik sanksi pidana atau sanksi tindakan. Sanksi pidana lebih
menekankan unsur pembalasan, sedangkan sanksi tindakan bersumber dari ide dasar
perlindungan masyarakat.
Hukum pidana mempunyai peran yang sangat
sentral dalam kehidupan suatu negara. Hal ini terkait dengan politik hukum
pidana yang akan digunakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, maupun
bernegara segera setelah menyatakan kemerdekaannya pada saat berdirinya negara
tersebut. Peraturan perundang-undangan yang akan digunakan untuk mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tersebut harus ditentukan
sejak awal, yaitu setelah negara tersebut menyatakan kemerdekaannya. Negara
merdeka harus mempunyai tatanan dan aturan sendiri untuk mengatur segala bidang
kehidupan, terutama aturan hukum apa yang akan digunakan dalam mengatur
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kaitannya dengan politik hukum pidana
yang akan digunakan bagi upaya penanggulangan kejahatan tersebut, bangsa
Indonesia sejak menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 telah
memilih untuk menggunakan Undang-Undang Pidana yang pernah diberlakukan pada
masa kolonial. Hal diatas menunjukan,
politik hukum pidana yang akan digunakan bagi penanggulangan kejahatan di
Indonesia adalah hukum pidana warisan dari pemerintah kolonial Belanda,
sehingga politik hukum pidana tersebut mempunyai karakter hukum kolonial yang
sudah barang tentu tidak sesuai dengan nilai-nilai dan pandangan hidup bangsa
Indonesia. Meskipun telah dilakukan penyesuaian terhadap hukum pidana warisan
pemerintah kolonial dengan situasi dan kondisi Indonesia, tetapi
penyesuaian-penyesuaian yan dilakukan tersebut bersifat umum sehingga tidak
mendasar sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang bersifat
pluralistik dan heterogen.
Padahal Undang-Undang Hukum Pidana yang
digunakan untuk mengatur kehidupan suatu bangsa harus memenuhi syarat-syarat
nilai, yaitu:
1. Nilai
filosofis
Yaitu sesuai dengan nilai-nilai dan
pandangan hidup (ideologi) bangsa Indonesia.
2. Nilai
yuridis
Yaitu aturan hukum tersebut memuat nilai
kepastian dan keadilan serta mudah diterapkan.
3. Nilai
sosiologis
Yaitu aturan hukum tersebut harus
memperhatikan norma, nilai-nilai yang berlaku atau hukum yang hidup dalam
masyarakat Indonesia.
Penanggulangan kejahatan konvensional
menggunakan hukum Pidana warisan kolonial Belanda mempunyai karakter hukum
kolonial yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan pandangan hidup bangsa
Indonesia. Sedangkan penanggulangan kejahatan non konvensional menggunakan
produk hukum nasional mempunyai karakter hukum nasional yang merupakan produk
politik sesuai dengan konfigurasi politik maupun tolak tarik kepentingan dalam
lembaga legislatif.
BAB
III
KEBIJAKAN
KRIMINAL (CRIMINAL POLICY)
A. Pengertian Kebijakan Kriminal
Politik
kriminal merupakan bagian dari politik penegakan hukum dalam arti luas yang
kesemuanya itu merupakan bagian dari politik sosial, yaitu usaha dari
masyarakat atau negara untuk meningkatkan kesejahteraan warganya, melalui
tindakan pengamanan maupun perlindungan masyarakat dari gangguan kejahatan.
Penegakan
hukum tersebut dilakukan berdasarkan prinsip:
1. Supremasi
hukum, yaitu semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi.
2. Persamaan
dalam hukum, yaitu ada persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan
pemerintahan.
3. Asas
legalitas, yaitu tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan
perundang-undangan yang sah dan tertulis.
4. Peradilan
yang bebas dan tidak memihak, yaitu peradilan yang bebas dan tidak memihak
mutlak harus ada dalam setiap negara hukum.
5. Perlindungan
hak asasi manusia, yaitu ada perlindungan konstitusional terhadap hak asasi
manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil.
Penegakan
hukum yang dilakukan menggunakan kebijakan kriminal didasarkan pada
prinsip-prinsip diatas, harus didukung dengan sumber daya manusia yang
berkualitas, sarana prasarana yang lengkap dan modern serta anggaran yang
memadai.
Politik
kriminal merupakan usaha-usaha penanggulangan kejahatan sebagai reaksi
masyarakat atas terjadinya kejahatan dalam masyarakat, baik kejahatan
konvensional maupun kejahatan non konvensional melalui sistem peradilan pidana
terpadu, agar pelaku kejahatan menjadi golongan minoritas bukan mayoritas guna
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kejahatan mengalami peningkatan dari waktu
ke waktu seiring dengan meningkatnya perubahan dan kemajuan masyarakat.
Kebijakan kriminal bagi upaya penanggulangan kejahatan harus disesuaikan dengan
perkembangan maupun perubahan masyarakat serta perkembangan serta kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
B. Hubungan Politik Kriminal dengan
Politik Sosial
Politik
kriminal pada hakekatnya merupakan bagian integral dari politik sosial atau
upaya untuk mencapai kesejahteraan sosial. Kebijakan penanggulangan kejahatan
pada hakikatnya merupakan bagian integral dari perlindungan masyarakat dalam
upaya mencapai kesejahteraan masyarakat. Tujuan utama politik kriminal bukan
sebagai pembalasan tetapi sebagai perlindungan masyarakat untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat, sehingga dibutuhkan hukum pidana fungsional, yaitu
hukum pidana yang berfungsi bukan saja memberikan nestapa pada pelaku
kejahatan, tetapi sekaligus juga mengatur masyarakat agar hidup lebih damai dan
tentram atau pengamanan masyarakat dalam arti luas, yaitu memberikan pengamanan
masyarakat, termasuk gangguan kejahatan.
C. Kebijakan Terpadu bagi
Penanggulangan Kejahatan
Upaya
penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan, yaitu
adanya keterpaduan antara politik kriminal dan politik sosial maupun antara
penanggulangan kejahatan dengan “penal policy” dan “non penal policy”.
Penanggulangan kejahatan harus diintegrasikan dengan keseluruhan kebijakan
sosial dan perencanaan pembangunan nasional.
Kebijakan
penanggulangan kejahatan tidak banyak artinya bila kebijakan sosial atau
kebijakan pembangunan justru menimbulkan faktor kriminogen dan victimogen
sebagaimana dikemukakan dalam kongres PBB 1980, bahwa:
1. Pembangunan
itu pada hakekatnya memang tidak bersifat kriminogen, khususnya apabila
hasil-hasil itu didistribusikan secara pantas dan adil kepada semua rakyat
serta menunjang seluruh kondisi sosial.
2. Namun
demikian pembangunan dapat bersifat kriminogen atau dapat meningkatkan kriminalitas
apabila pembangunan itu:
a. Tidak
direncanakan secara rasional.
b. Perencanaannya
timpang atau tidak seimbang.
c. Mengabaikan
nilai-nilai kultural dan moral.
d. Tidak
mencakup strategi perlindungan masyarakat yang integral.
Dari
sudut politik kriminal, masalah strategis yang harus ditanggulangi adalah
menangani masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial secara langsung atau
tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar