Selasa, 30 April 2013

perbandingan hukum



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Sejarah Perbandingan Hukum
Menurut sejarahnya orang yang pertama melakukan perbandingan hukum adalah orang Yunani, seperti Plato dan Aristoteles. Sebaliknya, orang romawi kurang perhatian terhadap perbandingan hukum karena merasa mempunyai superioritas sistem hukum dan politik. Perbandingan hukum pidana yang pertama muncul adalah karya orang Jerman yang terdiri atas 15 Jilid. Dua tahun kemudian, Wolfgang Mittermaier, Hegler dan Kohlrauch menyusun KUHP umum Jerman. Jerman memang dikenal sebagai pusat pengembangan perbandingan hukum pidana yang berlanjut sampai sekarang di Universitas Freidburg sebagai pusat perbandingan hukum.
Perbandingan hukum merupakan ilmu yang setua ilmu hukum itu sendiri, namun perkembangannya sebagai ilmu pengetahuan baru pada abad-abad terakhir. Pada awalnya minat terhadap studi perbandingan hukum masih bersifat perseorangan kemudian berkembang dalam bentuk kelembagaan. Kemudian di Inggris dan Prancis dibentuk Institut Perbandingan Hukum. Menurut Prof Gutteridge, Bapak pelopor Comparative Law ialah Montesqueieu, karena dialah yang pertama kali menyadari bahwa the rule of law tidak boleh dipandang sebagai sesuatu yang abstrak, tetapi juga harus dipandang sebagai suatu latar belakang historis dari lingkungan dimana hukum itu berfungsi.
Uraian diatas menunjukan bahwa kita jangan melihat hukum dalam bentuknya yang abstrak atau hukum dalam bentuknya yang tertulis maupun tidak tertulis saja, karena hanya akan melahirkan sikap kaku, tetapi harus melihat apakah hukum tersebut dapat digunakan untuk menyelesaiakan masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat sesuai dengan lingkungan maupun budayanya. Apabila hal itu dikaitkan dengan Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suku bangsa, bahasa, agama, budaya, dan adat istiadat, maka hukum harus memperhatikan keanekaragaman serta tidak perlu mempersoalkan perbedaan-perbedaan tersebut. Sebaliknya hukum harus mampu menyatukan dan mengelola keanekaragaman masyarakat tersebut menjadi hukum nasional sesuai dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika.

B.     Pengertian dan Istilah Perbandingan Hukum
Setiap subjek hukum berhubungan dengan satu bagian khusus dalam sistem hukum, hukum pidana membahas aturan-aturan mengenai kejahatan, hukum acara membahas aturan-aturan tentang proses-proses beracara di pengadilan. Sebagian ilmu hukum mempunyai sifat yang berbeda karena berhubungan dengan beberapa masalah menyeluruh yang mempengaruhi seluruh atau hampir seluruh sistem hukum. Yang termasuk kelompok ini adalah subjek-subjek teoritis, antara lain sejarah hukum, sosiologi hukum, yurisprudensi serta perbandingan hukum atau hukum komparatif (comparative law). Istilah perbandingan hukum dalam bahasa asing antara lain: Comparative Law, Comparative Jurisprudence, Foreign Law, Droit Compare, Rechtsgelijking. Dalam Blacks Law Dictionary dikemukakan bahwa, Comparative Jurisprudence ialah suatu studi mengenai prinsip ilmu hukum dengan melakukan perbandingan berbagai macam sistem hukum. Berdasarkan istilah perbandingan hukum yang berbeda-beda diatas, ada pula pendapat sarjana yang membedakan istilah antara Comparative Law dengan Foreign Law sebagai berikut:
1.      Comparative Law, yaitu mempelajari sistem hukum asing dengan maksud untuk membandingkannya;
2.      Foreign Law, yaitu mempelajari hukum asing dengan maksud semata-mata mengetahui sistem hukum asing itu sendiri dengan tidak secara nyata bermaksud untuk membandingkannya dengan sistem hukum yang lain.
Dengan demikian, maka mahasiswa selain mengetahui persamaan dan perbedaannya, sekaligus juga harus mampu membandingkan persamaan maupun perbedaan dari masing-masing sistem hukum tersebut. Selain itu, sebenarnya studi perbandingan hukum adalah bagian dari ilmu tentang kenyataan atau merupakan studi yang sangat luas dan sulit, yaitu tujuannya tidak hanya sekedar mengetahui sistem hukum asing menurut substansinya semata, akan tetapi ingin lebih memahami dari sudut kenyataan dan konteks yang bersifat kompleks, baik motivasi, latar belakang kebijakan, nilai-nilai filosofis, ideologis, teoritis, yuridis, sosial, budaya, ekonomi maupun politis. Dalam kenyataannya, studi perbandingan hukum dapat memberikan dua manfaat secara teoritis dan praktis. Secara teoritis studi perbandingan memberikan pengetahuan dasar tentang sistem hukum negara lain. Sedangkan secara praktis berhubungan dengan sistem hukum negara lain, terutama bagi seorang lawyer yang mendampingi klien yang terlibat dalam aktivitas bisnis internasional.
C.    Perbandingan Hukum Sebagai Metode Penelitian
Sebagian ilmu hukum mempunyai sifat berbeda karena berhubungan dengan beberapa masalah menyeluruh yang mempengaruhi seluruh atau hampir seluruh sistem hukum. Yang termasuk kelompok ini adalah subjek teoritis seperti sejarah hukum, sosiologi hukum, dan hukum komparatif. Dalam perbandingan hukum istilah dan pengertian yang dikemukakan para sarjana sesuai dengan cara pandang masing-masing atau hasil penelitian serta penyelidikan terhadap ilmu pengetahuan yang dilakukan secara mendalam. Hal ini sebagaimana dikemukakan Rudolf D. Schlessinger dalam bukunya yang berjudul Comparative Law (1959) sebagai berikut:
1.      Comparative Law merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu.
2.      Comparative Law bukanlah suatu perangkat peraturan dan asas-asas hukum, bukan suatu cabang hukum.
3.      Comparative Law adalah teknik atau cara menggarap unsur hukum asing yang aktual dalam suatu masalah hukum.
Perbandingan hukum sebagai suatu metode pendekatan mengandung arti, bahwa ia merupakan suatu cara pendekatan untuk lebih memahami objek atau masalah yang diteliti. Oleh karena itu, para sarjana menggunakan istilah metode perbandingan hukum bukan hukum perbandingan dengan menetapkan metode studi atau suatu cara kerja dalam melakukan perbandingan.
Meskipun belum ada kesepakatan, ada beberapa model atau paradigma tertentu mengenai penerapan metode perbandingan hukum, antara lain sebagai berikut:
1.      Kamba
Perbedaan dan persamaan merupakan sesuatu yang ada pada perbandingan hukum, ia juga membicarakan tiga fase: deskripsi, analisa, dan eksplanasi. Ia menekankan juga pendekatan fungsional dan pendekatan pemecahan masalah sebagai sesuatu yang diperlukan bagi perbandingan lintas budaya, yaitu membandingkan kebudayaan yang berbeda.
2.      Perbandingan hukum mungkin diterapkan dengan memakai unsur-unsur sistem hukum sebagai titik tolak perbandingan. Sistem hukum mencakup tiga unsur pokok, yaitu:
a.       Struktur hukum yang mencakup lembaga hukum;
b.      Substansi hukum yang mencakup perangkat kaidah atau perilaku teratur;
c.       Budaya hukum yang mencakup perangkat nilai yang dianut.
Perbandingan dapat dilakukan terhadap masing-masing unsur atau secara komulatif, dan dapat juga dilakukan terhadap perbagai sub sistem hukum yang berlaku di masyarakat atau secara lintas sektoral terhadap sistem hukum perbagai masyarakat yang berbeda-beda.
Berdasarkan pendapat diatas, perbandingan hukum merupakan suatu proses untuk mempelajari dan memahami serta mensejajarkan konsep-konsep berdasarkan pendekatan fungsional dan pemecahan masalah meliputi unsur-unsur sistem hukum serta persamaan dan perbedaannya sebagai perbandingan.
Menurut Lawrence M. Friedman, sistem hukum adalah suatu sistem yang terdiri atas tiga unsur, yaitu struktur, substansi, dan kultur. Struktur hukum adalah salah satu dasar dan elemen nyata dari sistem hukum, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan beserta tingkatannya dan orang-orang yang terkait di dalamnya. Substansi hukum adalah elemen lainnya, yaitu peraturan beserta ketentuan tentang bagaimana institusi-institusi itu harus berperilaku. Kultur hukum adalah elemen sikap dan nilai sosial yang tidak secara langsung menggerakkan sistem hukum. Ketiga unsur sistem hukum tersebut merupakan elemen dasar bagi sistem peradilan pidana, yaitu sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan terpidana. Bagi bangsa Indonesia, sistem pengendalian kejahatan tersebut, selain bergantung pada sarana, prasarana, maupun sumber daya manusia juga sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan pandangan hidup serta budaya hukum masyarakat maupun keanekaragaman dari bangsa yang bersangkutan.

D.    Perbandingan Hukum Sebagai Metode Fungsional
Studi perbandingan hukum adalah suatu proses mempelajari, memahami, dan mensejajarkan konsep-konsep yang dilakukan berdasarkan pendekatan fungsional dan pemecahan masalah sebagai titik tolak suatu perbandingan yang meliputi latar belakang, asal usul serta segala persamaan dan perbedaan, baik yang bersifat modern maupun tradisional. Berbagai sistem hukum dapat dibandingkan selama sistem hukum itu berfungsi menyelesaikan problema sosial yang sama atau untuk memenuhi kebutuhan hukum yang sama. Perbandingan hukum tidak bertitik tolak dari norma hukum tetapi pada fungsi, yaitu untuk mencari identitas fungsi norma hukum dalam penyelesaian problema sosial yang sama.

E.     Keluarga Hukum
Untuk melakukan perbandingan hukum, terlebih dahulu harus mempelajari sistem hukum negara asing secara mendalam karena setiap negara mempunyai sistem hukumnya sendiri. Klasifikasi sistem hukum yang ada di dunia tersebut dinamakan dengan keluarga hukum, meskipun belum ada kesepakatan kriteria penggolongan keluarga hukum. Selanjutnya bahwa yang menentukan klasifikasi ialah gaya dari sesuatu sistem hukum atau kelompok sistem hukum sehingga kriteria adalah:
1.      Asal dan perkembangan historis.
2.      Cara pemikiran hukum yang spesifik.
3.      Lembaga hukum yang karakteristik.
4.      Sumber-sumber hukum dan interpretasinya.
5.      Faktor-faktor ideologis.
Kelima keluarga besar hukum itu adalah sebagai berikut:
1.      Sistem Eropa Kontinental dan Amerika Latin (System of Law Civil)
2.      Sistem Anglo-American (Common Law Sistem)
3.      Sistem Timur Tengah (Middle East System) seperti Irak, Yordania, Arab Saudi.
4.      Sistem Timur Jauh (Far East System) seperti China dan Jepang.
5.      Sistem negara-negara sosialis. (Sosialist Law System)
Perkembangan terakhir dengan bubarnya Uni Soviet, penyebutan negara sosialis sebagai keluarga sendiri menjadi kurang relevan. Khusus mengenai perbandingan hukum pidana, ada kecenderungan sesudah globalisasi, sistem hukum negara-negara pada umumnya hanya terbagi dua, yaitu sistem hukum pidana Eropa  Kontinental (Civil Law) serta sistem Anglo Saxon dan Anglo Amerika (Common Law).
Barangkali negara-negara Arab yang masih konservatif seperti Arab Saudi yang dapat digolongkan ke dalam keluarga hukum Islam. Adapun negara-negara Arab bekas jajahan Eropa, pada umumnya menganut hukum pidana mirip ke Eropa Kontinental dengan warna Islam, khususnya menyangkut delik agama dan kesusilaan.
F.     Manfaat Perbandingan Hukum
Pada era globalisasi saat ini, dunia semakin sempit sementara hubungan semakin maju dan canggih. Kontak ekonomi, sosial, budaya, dan militer semakin intensif dan menyatu, begitu pula dengan hubungan hukum. Salah satu penghalang penanaman modal asing adalah tidak terjaminnya kepastian hukum dalam satu negara yang disebabkan karena adanya beberapa aturan hukum dan lembaga hukum yang dipandang sudah tidak selaras dan sejalan dengan perkembangan modern. Oleh karena itu, banyak negara-negara Eropa maupun di Asia yang memperbaharui KUHP dan KUHAP sesuai dengan perkembangan dan perubahan masyarakat serta perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hubungannya dengan aturan hukum diatas, maka salah satu faktor penghalang bagi penanaman modal asing, yaitu tidak terjaminnya kepastian hukum di Indonesia. Dalam rangka menyusun KUHP dan KUHAP baru, Indonesia tidak dapat mengisolasi diri dari pengaruh luar, karena KUHP dan KUHAP secara otomatis berlaku bagi orang asing yang ada di Indonesia. Begitu pula dalam upaya memberantas kejahatan yang bersifat lintas negara dan global dibutuhkan adanya kerjasama antar negara, terutama melalui bantuan hukum timbal balik, baik yang bersifat regional, bilateral, maupun internasional. Oleh karena itu, tujuan dan kegunaan mempelajari perbandingan hukum asing menjadi sangat penting, khususnya perbandingan terhadap sistem hukum pidana negara lain, baik pemerintah selaku penentu kebijakan maupun bagi para mahasiswa perguruan tinggi, khususnya fakultas hukum. Tujuan mempelajari perbandingan hukum secara internasional diatas, masih dibagi lagi menjadi beberapa tujuan, seperti bagi tujuan ilmu pengetahuan, tujuan politik hukum maupun tujuan praktis lainnya sebagai berikut:
1.      Tujuan ilmu pengetahuan, yang terdiri atas doktrin yuridis dan ilmu pengetahuan hukum pidana yang lain seperti kriminologi, sosiologi, dan anthropologi dengan perbandingannya dengan luar negeri.
2.      Tujuan bagi politik hukum, yang terdiri atas perundang-undangan yang lebih baik, kebijakan yang lebih baik, putusan hakim yang lebih baik, dan kerjasama internasional yang lebih baik.
3.      Tujuan praktis yang terdiri atas pembaruan kerjasama internasional yang lebih baik, ide-ide, dan pandangan.
4.      Tujuan didaktik.
5.      Alat untuk belajar, diskusi, perjalanan, membaca, dan menulis.
BAB II
METODE PERBANDINGAN HUKUM PIDANA

A.    Cara Melakukan Perbandingan
Perbandingan hukum adalah suatu proses mempelajari dan memahami serta mensejajarkan konsep-konsep berdasarkan pendekatan fungsional dan pendekatan pemecahan masalah yang meliputi unsur-unsur suatu sistem hukum beserta segala persamaan dan perbedaannya sebagai titik tolak perbandingan dalam melakukan pembandingan terhadap satu sama lain yang dapat diperbandingkan. Pembandingan terhadap dua sistem hukum atau lebih dilakukan untuk dapat menemukan perbedaan dan persamaan, seperti pembandingan antara dua sistem hukum pidana yang diterapkan pada masyarakat masing-masing negara, misalnya KUHP dari dua negara. Dalam hal ini, maka harus ada unsur-unsur yang diperbandingkan antara dua sistem hukum pidana dari dua negara yang masuk dalam keluarga hukum yang berbeda, yaitu antara sistem hukum yang masuk ke dalam keluarga hukum civil law dengan sistem hukum yang masuk dalam keluarga hukum common law. Pada umumnya, perbandingan hukum pidana dilakukan terhadap ketentuan-ketentuan umum dan asas-asas hukum pidana tanpa membandingkan perumusan tindak pidana dalam KUHP yang berlaku pada masing-masing negara tersebut.
Apabila diperhatikan jenis-jenis kejahatan dalam KUHP di berbagai negara tersebut, terdapat kejahatan yang dapat dipandang netral, artinya semua negara memandang perbuatan itu dapat dipidana, misalnya pencurian, pembunuhan, penipuan, dan perkosaan. Jenis kejahatan tersebut terdapat pada KUHP semua negara, yang berbeda hanyalah jenis sanksi pidananya.
Sedangkan jenis kejahatan baru yang timbul setelah adanya perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi, misalnya kejahatan komputer, cyber crime, money laundring, terorisme, dan kejahatan lingkungan hidup. Kejahatan tersebut juga merupakan kejahatan yang bersifat netral. Perbedaan ancaman pidana terhadap jenis kejahatan yang sama disebabkan karena perbedaan budaya dan perbedaan tingkat kesadaran hukum masyarakat yang berbeda sesuai tingkat SDM warga masyarakatnya.

B.     Metode Pembandingan Hukum Pidana (KUHP)
Dalam perumusan kejahatan, tidak selalu perbuatan buruk atau tidak buruk dimasukan dalam rumusan KUHP setiap negara tetapi ada pertimbangan lain, misalnya ketertiban umum, sehingga perbuatan tersebut perlu diancam dengan pidana walaupun bukan merupakan perbuatan buruk. Begitu pula kejahatan ada yang bersifat netral dan yang bersifat tidak netral, khususnya kejahatan di bidang ideologi, agama, dan kesusilaan.
Dalam memperbandingkan hukum pidana ada sarjana yang menyatakan, cukup hanya membandingkan bagian ketentuan umum atau asas-asas hukum pidana dari beberapa KUHP tanpa membandingkan perumusan kejahatan atau ketentuan khususnya atau hanya mengutamakan asas hukum pidana suatu bangsa. Namun ada pula yang hanya menyebut asas-asas itu tanpa menjelaskan perbedaan dan persamaannya. Dalam melakukan perbandingan hukum pidana, semestinya perlu menjelaskan tentang perbedaan dan persamaannya.
Dalam membandingkan sebaiknya bukan hanya asas legalitas saja tetapi juga perumusan kejahatan atau bagian khususnya. Cara merumuskan kejahatan sangat penting dipelajari, terutama melihat kenyataan di Indonesia, yaitu banyak sekali perumusan kejahatan dalam perundang-undangan di luar KUHP yang tidak sesuai dengan maksud asas legalitas. Artinya banyak rumusan yang bersifat ”pasal karet” atau serba meliputi.
Oleh karena itu, dalam rangka penyusunan KUHP baru, cara perumusan kejahatan dan ancaman pidana merupakan hal yang penting untuk menghindari rumusan pasal karet dan disparitas pidana.










BAB III
PERBANDINGAN KUHP INDONESIA DAN BELANDA

A.    Pengertian
KUHP Belanda sangat penting untuk dipelajari dalam perbandingan hukum pidana di Indonesia, karena KUHP Indonesia bersumber dari KUHP Belanda. Sejak tahun 1960 bangsa Indonesia telah menyusun konsep RUU KUHP sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Meskipun penyusunan RUU KUHP yang dilakukan para pakar hukum tersebut sudah berjalan kurang lebih 50 tahun, tetapi sampai sekarang belum kunjung selesai. Padahal penyusunan KUHP baru tersebut merupakan hal yang sangat penting karena beberapa ketentuan dalam KUHP sekarang banyak yang sudak tidak sesuai lagi, baik dengan pandangan hidup bangsa Indonesia maupun perkembangan dan perubahan masyarakat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Konsep RUU KUHP yang sedang diproses di Departemen Kehakiman menjadi KUHP baru, baik perumusan kejahatan dan ancaman sanksi pidana juga harus disesuaikan dengan perkembangan maupun perubahan masyarakat serta kemajuan teknologi di era globalisasi ini. Artinya, pengaturan dan perumusan ketentuan tersebut tidak boleh ketinggalan dengan perkembangan zaman.

B.     Perbedaan Saat Berlakunya WvSI Tahun 1918
Sejak semula sudah ada perbedaan antara KUHP Indonesia karena situasi dan kondisi antara Indonesia dan Belanda berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut yang sangat penting untuk diketahui dan dipelajari, antara lain:
1.      Perbedaan rumusan berlakunya hukum pidana kedua KUHP.
2.      Jenis pidana berbeda yang tercantum dalam Pasal 9 Nederland WvS dan Pasal 10 WvSI (KUHP). Dalam KUHP Indonesia tercantum pidana mati, sedangkan di KUHP Belanda sejak tahun 1870 sudah dihapuskan.
3.      Beberapa kejahatan lebih berat pidana penjaranya dalam WvSI (KUHP) dibanding dengan Nederland WvS.
4.      Ketentuan tentang pidana bersyarat yang tercantum dalam Pasal 14 a sampai Pasal 14 f WvSI (KUHP) baru diciptakan dalam tahun 1926 Stbl. 1926 Nomor 251 dimasukan ke dalam KUHP dan mulai berlaku pada 1 Januari 1927 (Stbl. 1926 Nomor 486)
5.      Perbedaan tentang pelaksanaan pidana, misalnya pasal 20 Nederland WvS yang menentukan, bahwa terpidana kurungan dapat memilih bekerja atau tidak.
6.      Ketentuan minimum pidana denda lebih rendah di dalam WvSI (KUHP) Indonesia, yaitu hanya f 0,25 sedangkan di dalam Nederland WvS (KUHP) Belanda adalah f 0,50. Sedangkan dalam KUHP Indonesia yang sekarang berlaku, maka ketentuan pidana denda minimum dengan menggunakan mata uang rupiah adalah Rp 250,00.
7.      Ketentuan tentang psychopathen dalam Pasal 44 WvSI (KUHP) Indonesia berbeda karena di Nederland ada beberapa UU tentang hal tersebut.
8.      Ketentuan tentang peradilan anak, di Nederland ada UU khusus tentang peradilan anak.
9.      Perbedaan rumusan ketentuan pembelaan terpaksa (noodweer).
10.  Dalam perumusan kejahatan dalam Buku II terdaoat beberapa perbedaan antara Nederland WvS dan WvSI (KUHP) yang disebabkan perbedaan situasi dan kondisi kedua negara.
11.  Di dalam WvS Nederland ada jenis pencurian yang tidak ada padanannya di dalam WvSI (KUHP), yaitu yang disebut dengan stroperij (penyamun), rumput, daun kering, tanah, pasir, dan sebagainya yang dipandang tidak relevan diatur di Indonesia.

C.    Perbedaan Pada Masa Sekarang
Perbedaan Nederland WvS dan WvSI (KUHP) sekarang ini bertambah lebar, karena Nederland WvS dilakukan perubahan sesuai dengan tuntutan kemajuan teknologi. Apabila dikaji secara teliti, ketentuan pidana di Belanda bertambah “lunak”. Perubahan itu dilakukan melalui dua jalur, yaitu penghapusan dan perubahan rumusan kejahatan.
Sekarang sistem denda dalam WvS Belanda didasarkan pada kategori, yaitu kategori satu sampai enam. Dalam daftar kategori itu dicantumkan maksimum denda, yaitu dalam Buku I Pasal 23 dan dalam setiap rumusan kejahatan hanya menyebut ancaman pidana dendanya kategori berapa. Sejak tahun 1976 korporasi (badan hukum) adalah subjek hukum pidana dan dapat dijatuhi pidana, tetapi tidak mungkin pidana penjara kecuali pidana denda. Oleh karena itu, cocok juga jika semua kejahatan ada ancaman pidana dendanya sebagai alternatif dari pidana penjara. Daftar kategori pidana denda adalah:
1.      Kategori I     : Lima ratus gulden
2.      Kategori II    : Lima ribu gulden
3.      Kategori III   : Sepuluh ribu gulden
4.      Kategori IV   : Dua puluh lima ribu gulden
5.      Kategori V    : Seratus ribu gulden
6.      Kategori VI   : Satu juta gulden.
Perubahan mendasar dari KUHP WvS Belanda terjadi pada tahun 1980-an, yaitu dengan dicantumkannya alternatif denda pada semua perumusan kejahatan, terutama kejahatan terhadap keamanan negara tidak terkecuali makar terhadap raja. Bahkan kalau diteliti secara mendalam dalam KUHP Belanda tidak ada satu perumusan pun yang diancam dengan pidana denda menurut kategori keenam.

6 komentar: