BAB I
PENDAHULUAN
A. Sejarah Perbandingan Hukum
Menurut
sejarahnya orang yang pertama melakukan perbandingan hukum adalah orang Yunani,
seperti Plato dan Aristoteles. Sebaliknya, orang romawi kurang perhatian
terhadap perbandingan hukum karena merasa mempunyai superioritas sistem hukum
dan politik. Perbandingan hukum pidana yang pertama muncul adalah karya orang
Jerman yang terdiri atas 15 Jilid. Dua tahun kemudian, Wolfgang Mittermaier,
Hegler dan Kohlrauch menyusun KUHP umum Jerman. Jerman memang dikenal sebagai
pusat pengembangan perbandingan hukum pidana yang berlanjut sampai sekarang di
Universitas Freidburg sebagai pusat perbandingan hukum.
Perbandingan
hukum merupakan ilmu yang setua ilmu hukum itu sendiri, namun perkembangannya
sebagai ilmu pengetahuan baru pada abad-abad terakhir. Pada awalnya minat
terhadap studi perbandingan hukum masih bersifat perseorangan kemudian
berkembang dalam bentuk kelembagaan. Kemudian di Inggris dan Prancis dibentuk Institut
Perbandingan Hukum. Menurut Prof Gutteridge, Bapak pelopor Comparative Law
ialah Montesqueieu, karena dialah yang pertama kali menyadari bahwa the rule of law tidak boleh dipandang
sebagai sesuatu yang abstrak, tetapi juga harus dipandang sebagai suatu latar
belakang historis dari lingkungan dimana hukum itu berfungsi.
Uraian
diatas menunjukan bahwa kita jangan melihat hukum dalam bentuknya yang abstrak
atau hukum dalam bentuknya yang tertulis maupun tidak tertulis saja, karena
hanya akan melahirkan sikap kaku, tetapi harus melihat apakah hukum tersebut
dapat digunakan untuk menyelesaiakan masalah-masalah yang terjadi dalam
masyarakat sesuai dengan lingkungan maupun budayanya. Apabila hal itu dikaitkan
dengan Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suku bangsa, bahasa, agama,
budaya, dan adat istiadat, maka hukum harus memperhatikan keanekaragaman serta
tidak perlu mempersoalkan perbedaan-perbedaan tersebut. Sebaliknya hukum harus
mampu menyatukan dan mengelola keanekaragaman masyarakat tersebut menjadi hukum
nasional sesuai dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika.
B. Pengertian dan Istilah Perbandingan
Hukum
Setiap
subjek hukum berhubungan dengan satu bagian khusus dalam sistem hukum, hukum
pidana membahas aturan-aturan mengenai kejahatan, hukum acara membahas
aturan-aturan tentang proses-proses beracara di pengadilan. Sebagian ilmu hukum
mempunyai sifat yang berbeda karena berhubungan dengan beberapa masalah
menyeluruh yang mempengaruhi seluruh atau hampir seluruh sistem hukum. Yang
termasuk kelompok ini adalah subjek-subjek teoritis, antara lain sejarah hukum,
sosiologi hukum, yurisprudensi serta perbandingan hukum atau hukum komparatif
(comparative law). Istilah perbandingan hukum dalam bahasa asing antara lain:
Comparative Law, Comparative Jurisprudence, Foreign Law, Droit Compare,
Rechtsgelijking. Dalam Blacks Law Dictionary dikemukakan bahwa, Comparative
Jurisprudence ialah suatu studi mengenai prinsip ilmu hukum dengan melakukan
perbandingan berbagai macam sistem hukum. Berdasarkan istilah perbandingan
hukum yang berbeda-beda diatas, ada pula pendapat sarjana yang membedakan
istilah antara Comparative Law dengan Foreign Law sebagai berikut:
1. Comparative
Law, yaitu mempelajari sistem hukum asing dengan maksud untuk membandingkannya;
2. Foreign
Law, yaitu mempelajari hukum asing dengan maksud semata-mata mengetahui sistem
hukum asing itu sendiri dengan tidak secara nyata bermaksud untuk
membandingkannya dengan sistem hukum yang lain.
Dengan
demikian, maka mahasiswa selain mengetahui persamaan dan perbedaannya,
sekaligus juga harus mampu membandingkan persamaan maupun perbedaan dari
masing-masing sistem hukum tersebut. Selain itu, sebenarnya studi perbandingan
hukum adalah bagian dari ilmu tentang kenyataan atau merupakan studi yang
sangat luas dan sulit, yaitu tujuannya tidak hanya sekedar mengetahui sistem
hukum asing menurut substansinya semata, akan tetapi ingin lebih memahami dari
sudut kenyataan dan konteks yang bersifat kompleks, baik motivasi, latar
belakang kebijakan, nilai-nilai filosofis, ideologis, teoritis, yuridis,
sosial, budaya, ekonomi maupun politis. Dalam kenyataannya, studi perbandingan
hukum dapat memberikan dua manfaat secara teoritis dan praktis. Secara teoritis
studi perbandingan memberikan pengetahuan dasar tentang sistem hukum negara
lain. Sedangkan secara praktis berhubungan dengan sistem hukum negara lain,
terutama bagi seorang lawyer yang mendampingi klien yang terlibat dalam
aktivitas bisnis internasional.
C. Perbandingan Hukum Sebagai Metode
Penelitian
Sebagian
ilmu hukum mempunyai sifat berbeda karena berhubungan dengan beberapa masalah
menyeluruh yang mempengaruhi seluruh atau hampir seluruh sistem hukum. Yang
termasuk kelompok ini adalah subjek teoritis seperti sejarah hukum, sosiologi
hukum, dan hukum komparatif. Dalam perbandingan hukum istilah dan pengertian
yang dikemukakan para sarjana sesuai dengan cara pandang masing-masing atau
hasil penelitian serta penyelidikan terhadap ilmu pengetahuan yang dilakukan
secara mendalam. Hal ini sebagaimana dikemukakan Rudolf D. Schlessinger dalam
bukunya yang berjudul Comparative Law (1959) sebagai berikut:
1. Comparative
Law merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan
yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu.
2. Comparative
Law bukanlah suatu perangkat peraturan dan asas-asas hukum, bukan suatu cabang
hukum.
3. Comparative
Law adalah teknik atau cara menggarap unsur hukum asing yang aktual dalam suatu
masalah hukum.
Perbandingan
hukum sebagai suatu metode pendekatan mengandung arti, bahwa ia merupakan suatu
cara pendekatan untuk lebih memahami objek atau masalah yang diteliti. Oleh karena
itu, para sarjana menggunakan istilah metode perbandingan hukum bukan hukum
perbandingan dengan menetapkan metode studi atau suatu cara kerja dalam
melakukan perbandingan.
Meskipun
belum ada kesepakatan, ada beberapa model atau paradigma tertentu mengenai
penerapan metode perbandingan hukum, antara lain sebagai berikut:
1. Kamba
Perbedaan dan persamaan merupakan
sesuatu yang ada pada perbandingan hukum, ia juga membicarakan tiga fase:
deskripsi, analisa, dan eksplanasi. Ia menekankan juga pendekatan fungsional
dan pendekatan pemecahan masalah sebagai sesuatu yang diperlukan bagi
perbandingan lintas budaya, yaitu membandingkan kebudayaan yang berbeda.
2. Perbandingan
hukum mungkin diterapkan dengan memakai unsur-unsur sistem hukum sebagai titik
tolak perbandingan. Sistem hukum mencakup tiga unsur pokok, yaitu:
a. Struktur
hukum yang mencakup lembaga hukum;
b. Substansi
hukum yang mencakup perangkat kaidah atau perilaku teratur;
c. Budaya
hukum yang mencakup perangkat nilai yang dianut.
Perbandingan
dapat dilakukan terhadap masing-masing unsur atau secara komulatif, dan dapat
juga dilakukan terhadap perbagai sub sistem hukum yang berlaku di masyarakat
atau secara lintas sektoral terhadap sistem hukum perbagai masyarakat yang
berbeda-beda.
Berdasarkan
pendapat diatas, perbandingan hukum merupakan suatu proses untuk mempelajari
dan memahami serta mensejajarkan konsep-konsep berdasarkan pendekatan
fungsional dan pemecahan masalah meliputi unsur-unsur sistem hukum serta
persamaan dan perbedaannya sebagai perbandingan.
Menurut
Lawrence M. Friedman, sistem hukum adalah suatu sistem yang terdiri atas tiga
unsur, yaitu struktur, substansi, dan kultur. Struktur hukum adalah salah satu
dasar dan elemen nyata dari sistem hukum, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan
Pengadilan beserta tingkatannya dan orang-orang yang terkait di dalamnya.
Substansi hukum adalah elemen lainnya, yaitu peraturan beserta ketentuan
tentang bagaimana institusi-institusi itu harus berperilaku. Kultur hukum
adalah elemen sikap dan nilai sosial yang tidak secara langsung menggerakkan
sistem hukum. Ketiga unsur sistem hukum tersebut merupakan elemen dasar bagi
sistem peradilan pidana, yaitu sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari
lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan terpidana.
Bagi bangsa Indonesia, sistem pengendalian kejahatan tersebut, selain
bergantung pada sarana, prasarana, maupun sumber daya manusia juga sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai dan pandangan hidup serta budaya hukum masyarakat
maupun keanekaragaman dari bangsa yang bersangkutan.
D. Perbandingan Hukum Sebagai Metode
Fungsional
Studi
perbandingan hukum adalah suatu proses mempelajari, memahami, dan mensejajarkan
konsep-konsep yang dilakukan berdasarkan pendekatan fungsional dan pemecahan
masalah sebagai titik tolak suatu perbandingan yang meliputi latar belakang,
asal usul serta segala persamaan dan perbedaan, baik yang bersifat modern
maupun tradisional. Berbagai sistem hukum dapat dibandingkan selama sistem
hukum itu berfungsi menyelesaikan problema sosial yang sama atau untuk memenuhi
kebutuhan hukum yang sama. Perbandingan hukum tidak bertitik tolak dari norma
hukum tetapi pada fungsi, yaitu untuk mencari identitas fungsi norma hukum
dalam penyelesaian problema sosial yang sama.
E. Keluarga Hukum
Untuk
melakukan perbandingan hukum, terlebih dahulu harus mempelajari sistem hukum
negara asing secara mendalam karena setiap negara mempunyai sistem hukumnya
sendiri. Klasifikasi sistem hukum yang ada di dunia tersebut dinamakan dengan
keluarga hukum, meskipun belum ada kesepakatan kriteria penggolongan keluarga
hukum. Selanjutnya bahwa yang menentukan klasifikasi ialah gaya dari sesuatu
sistem hukum atau kelompok sistem hukum sehingga kriteria adalah:
1. Asal
dan perkembangan historis.
2. Cara
pemikiran hukum yang spesifik.
3. Lembaga
hukum yang karakteristik.
4. Sumber-sumber
hukum dan interpretasinya.
5. Faktor-faktor
ideologis.
Kelima
keluarga besar hukum itu adalah sebagai berikut:
1. Sistem
Eropa Kontinental dan Amerika Latin (System of Law Civil)
2. Sistem
Anglo-American (Common Law Sistem)
3. Sistem
Timur Tengah (Middle East System) seperti Irak, Yordania, Arab Saudi.
4. Sistem
Timur Jauh (Far East System) seperti China dan Jepang.
5. Sistem
negara-negara sosialis. (Sosialist Law System)
Perkembangan
terakhir dengan bubarnya Uni Soviet, penyebutan negara sosialis sebagai
keluarga sendiri menjadi kurang relevan. Khusus mengenai perbandingan hukum
pidana, ada kecenderungan sesudah globalisasi, sistem hukum negara-negara pada
umumnya hanya terbagi dua, yaitu sistem hukum pidana Eropa Kontinental (Civil Law) serta sistem Anglo
Saxon dan Anglo Amerika (Common Law).
Barangkali
negara-negara Arab yang masih konservatif seperti Arab Saudi yang dapat
digolongkan ke dalam keluarga hukum Islam. Adapun negara-negara Arab bekas
jajahan Eropa, pada umumnya menganut hukum pidana mirip ke Eropa Kontinental
dengan warna Islam, khususnya menyangkut delik agama dan kesusilaan.
F. Manfaat Perbandingan Hukum
Pada
era globalisasi saat ini, dunia semakin sempit sementara hubungan semakin maju
dan canggih. Kontak ekonomi, sosial, budaya, dan militer semakin intensif dan
menyatu, begitu pula dengan hubungan hukum. Salah satu penghalang penanaman
modal asing adalah tidak terjaminnya kepastian hukum dalam satu negara yang
disebabkan karena adanya beberapa aturan hukum dan lembaga hukum yang dipandang
sudah tidak selaras dan sejalan dengan perkembangan modern. Oleh karena itu,
banyak negara-negara Eropa maupun di Asia yang memperbaharui KUHP dan KUHAP
sesuai dengan perkembangan dan perubahan masyarakat serta perkembangan dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hubungannya dengan aturan hukum diatas,
maka salah satu faktor penghalang bagi penanaman modal asing, yaitu tidak
terjaminnya kepastian hukum di Indonesia. Dalam rangka menyusun KUHP dan KUHAP
baru, Indonesia tidak dapat mengisolasi diri dari pengaruh luar, karena KUHP
dan KUHAP secara otomatis berlaku bagi orang asing yang ada di Indonesia.
Begitu pula dalam upaya memberantas kejahatan yang bersifat lintas negara dan
global dibutuhkan adanya kerjasama antar negara, terutama melalui bantuan hukum
timbal balik, baik yang bersifat regional, bilateral, maupun internasional. Oleh
karena itu, tujuan dan kegunaan mempelajari perbandingan hukum asing menjadi
sangat penting, khususnya perbandingan terhadap sistem hukum pidana negara
lain, baik pemerintah selaku penentu kebijakan maupun bagi para mahasiswa
perguruan tinggi, khususnya fakultas hukum. Tujuan mempelajari perbandingan
hukum secara internasional diatas, masih dibagi lagi menjadi beberapa tujuan,
seperti bagi tujuan ilmu pengetahuan, tujuan politik hukum maupun tujuan
praktis lainnya sebagai berikut:
1. Tujuan
ilmu pengetahuan, yang terdiri atas doktrin yuridis dan ilmu pengetahuan hukum
pidana yang lain seperti kriminologi, sosiologi, dan anthropologi dengan
perbandingannya dengan luar negeri.
2. Tujuan
bagi politik hukum, yang terdiri atas perundang-undangan yang lebih baik,
kebijakan yang lebih baik, putusan hakim yang lebih baik, dan kerjasama
internasional yang lebih baik.
3. Tujuan
praktis yang terdiri atas pembaruan kerjasama internasional yang lebih baik,
ide-ide, dan pandangan.
4. Tujuan
didaktik.
5. Alat
untuk belajar, diskusi, perjalanan, membaca, dan menulis.
BAB
II
METODE
PERBANDINGAN HUKUM PIDANA
A.
Cara
Melakukan Perbandingan
Perbandingan hukum adalah suatu proses mempelajari
dan memahami serta mensejajarkan konsep-konsep berdasarkan pendekatan
fungsional dan pendekatan pemecahan masalah yang meliputi unsur-unsur suatu
sistem hukum beserta segala persamaan dan perbedaannya sebagai titik tolak
perbandingan dalam melakukan pembandingan terhadap satu sama lain yang dapat
diperbandingkan. Pembandingan terhadap dua sistem hukum atau lebih dilakukan
untuk dapat menemukan perbedaan dan persamaan, seperti pembandingan antara dua
sistem hukum pidana yang diterapkan pada masyarakat masing-masing negara,
misalnya KUHP dari dua negara. Dalam hal ini, maka harus ada unsur-unsur yang
diperbandingkan antara dua sistem hukum pidana dari dua negara yang masuk dalam
keluarga hukum yang berbeda, yaitu antara sistem hukum yang masuk ke dalam
keluarga hukum civil law dengan sistem hukum yang masuk dalam keluarga hukum
common law. Pada umumnya, perbandingan hukum pidana dilakukan terhadap
ketentuan-ketentuan umum dan asas-asas hukum pidana tanpa membandingkan
perumusan tindak pidana dalam KUHP yang berlaku pada masing-masing negara
tersebut.
Apabila diperhatikan jenis-jenis
kejahatan dalam KUHP di berbagai negara tersebut, terdapat kejahatan yang dapat
dipandang netral, artinya semua negara memandang perbuatan itu dapat dipidana,
misalnya pencurian, pembunuhan, penipuan, dan perkosaan. Jenis kejahatan
tersebut terdapat pada KUHP semua negara, yang berbeda hanyalah jenis sanksi
pidananya.
Sedangkan jenis kejahatan baru yang
timbul setelah adanya perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi, misalnya
kejahatan komputer, cyber crime, money laundring, terorisme, dan kejahatan
lingkungan hidup. Kejahatan tersebut juga merupakan kejahatan yang bersifat
netral. Perbedaan ancaman pidana terhadap jenis kejahatan yang sama disebabkan
karena perbedaan budaya dan perbedaan tingkat kesadaran hukum masyarakat yang
berbeda sesuai tingkat SDM warga masyarakatnya.
B.
Metode
Pembandingan Hukum Pidana (KUHP)
Dalam perumusan kejahatan, tidak selalu
perbuatan buruk atau tidak buruk dimasukan dalam rumusan KUHP setiap negara
tetapi ada pertimbangan lain, misalnya ketertiban umum, sehingga perbuatan
tersebut perlu diancam dengan pidana walaupun bukan merupakan perbuatan buruk.
Begitu pula kejahatan ada yang bersifat netral dan yang bersifat tidak netral,
khususnya kejahatan di bidang ideologi, agama, dan kesusilaan.
Dalam memperbandingkan hukum pidana ada
sarjana yang menyatakan, cukup hanya membandingkan bagian ketentuan umum atau
asas-asas hukum pidana dari beberapa KUHP tanpa membandingkan perumusan
kejahatan atau ketentuan khususnya atau hanya mengutamakan asas hukum pidana
suatu bangsa. Namun ada pula yang hanya menyebut asas-asas itu tanpa
menjelaskan perbedaan dan persamaannya. Dalam melakukan perbandingan hukum
pidana, semestinya perlu menjelaskan tentang perbedaan dan persamaannya.
Dalam membandingkan sebaiknya bukan
hanya asas legalitas saja tetapi juga perumusan kejahatan atau bagian
khususnya. Cara merumuskan kejahatan sangat penting dipelajari, terutama
melihat kenyataan di Indonesia, yaitu banyak sekali perumusan kejahatan dalam
perundang-undangan di luar KUHP yang tidak sesuai dengan maksud asas legalitas.
Artinya banyak rumusan yang bersifat ”pasal karet” atau serba meliputi.
Oleh karena itu, dalam rangka penyusunan
KUHP baru, cara perumusan kejahatan dan ancaman pidana merupakan hal yang
penting untuk menghindari rumusan pasal karet dan disparitas pidana.
BAB
III
PERBANDINGAN
KUHP INDONESIA DAN BELANDA
A.
Pengertian
KUHP Belanda sangat penting untuk
dipelajari dalam perbandingan hukum pidana di Indonesia, karena KUHP Indonesia
bersumber dari KUHP Belanda. Sejak tahun 1960 bangsa Indonesia telah menyusun
konsep RUU KUHP sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila
dan UUD 1945. Meskipun penyusunan RUU KUHP yang dilakukan para pakar hukum
tersebut sudah berjalan kurang lebih 50 tahun, tetapi sampai sekarang belum
kunjung selesai. Padahal penyusunan KUHP baru tersebut merupakan hal yang
sangat penting karena beberapa ketentuan dalam KUHP sekarang banyak yang sudak
tidak sesuai lagi, baik dengan pandangan hidup bangsa Indonesia maupun
perkembangan dan perubahan masyarakat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Konsep RUU KUHP yang sedang diproses di Departemen Kehakiman menjadi
KUHP baru, baik perumusan kejahatan dan ancaman sanksi pidana juga harus
disesuaikan dengan perkembangan maupun perubahan masyarakat serta kemajuan
teknologi di era globalisasi ini. Artinya, pengaturan dan perumusan ketentuan
tersebut tidak boleh ketinggalan dengan perkembangan zaman.
B.
Perbedaan
Saat Berlakunya WvSI Tahun 1918
Sejak semula sudah ada perbedaan antara
KUHP Indonesia karena situasi dan kondisi antara Indonesia dan Belanda berbeda.
Perbedaan-perbedaan tersebut yang sangat penting untuk diketahui dan
dipelajari, antara lain:
1. Perbedaan
rumusan berlakunya hukum pidana kedua KUHP.
2. Jenis
pidana berbeda yang tercantum dalam Pasal 9 Nederland WvS dan Pasal 10 WvSI
(KUHP). Dalam KUHP Indonesia tercantum pidana mati, sedangkan di KUHP Belanda
sejak tahun 1870 sudah dihapuskan.
3. Beberapa
kejahatan lebih berat pidana penjaranya dalam WvSI (KUHP) dibanding dengan
Nederland WvS.
4. Ketentuan
tentang pidana bersyarat yang tercantum dalam Pasal 14 a sampai Pasal 14 f WvSI
(KUHP) baru diciptakan dalam tahun 1926 Stbl. 1926 Nomor 251 dimasukan ke dalam
KUHP dan mulai berlaku pada 1 Januari 1927 (Stbl. 1926 Nomor 486)
5. Perbedaan
tentang pelaksanaan pidana, misalnya pasal 20 Nederland WvS yang menentukan,
bahwa terpidana kurungan dapat memilih bekerja atau tidak.
6. Ketentuan
minimum pidana denda lebih rendah di dalam WvSI (KUHP) Indonesia, yaitu hanya f
0,25 sedangkan di dalam Nederland WvS (KUHP) Belanda adalah f 0,50. Sedangkan
dalam KUHP Indonesia yang sekarang berlaku, maka ketentuan pidana denda minimum
dengan menggunakan mata uang rupiah adalah Rp 250,00.
7. Ketentuan
tentang psychopathen dalam Pasal 44 WvSI (KUHP) Indonesia berbeda karena di
Nederland ada beberapa UU tentang hal tersebut.
8. Ketentuan
tentang peradilan anak, di Nederland ada UU khusus tentang peradilan anak.
9. Perbedaan
rumusan ketentuan pembelaan terpaksa (noodweer).
10. Dalam
perumusan kejahatan dalam Buku II terdaoat beberapa perbedaan antara Nederland
WvS dan WvSI (KUHP) yang disebabkan perbedaan situasi dan kondisi kedua negara.
11. Di
dalam WvS Nederland ada jenis pencurian yang tidak ada padanannya di dalam WvSI
(KUHP), yaitu yang disebut dengan stroperij (penyamun), rumput, daun kering,
tanah, pasir, dan sebagainya yang dipandang tidak relevan diatur di Indonesia.
C.
Perbedaan
Pada Masa Sekarang
Perbedaan Nederland WvS dan WvSI (KUHP)
sekarang ini bertambah lebar, karena Nederland WvS dilakukan perubahan sesuai
dengan tuntutan kemajuan teknologi. Apabila dikaji secara teliti, ketentuan
pidana di Belanda bertambah “lunak”. Perubahan itu dilakukan melalui dua jalur,
yaitu penghapusan dan perubahan rumusan kejahatan.
Sekarang sistem denda dalam WvS Belanda
didasarkan pada kategori, yaitu kategori satu sampai enam. Dalam daftar
kategori itu dicantumkan maksimum denda, yaitu dalam Buku I Pasal 23 dan dalam
setiap rumusan kejahatan hanya menyebut ancaman pidana dendanya kategori
berapa. Sejak tahun 1976 korporasi (badan hukum) adalah subjek hukum pidana dan
dapat dijatuhi pidana, tetapi tidak mungkin pidana penjara kecuali pidana
denda. Oleh karena itu, cocok juga jika semua kejahatan ada ancaman pidana
dendanya sebagai alternatif dari pidana penjara. Daftar kategori pidana denda
adalah:
1. Kategori
I : Lima ratus gulden
2. Kategori
II : Lima ribu gulden
3. Kategori
III : Sepuluh ribu gulden
4. Kategori
IV : Dua puluh lima ribu gulden
5. Kategori
V : Seratus ribu gulden
6. Kategori
VI : Satu juta gulden.
Perubahan
mendasar dari KUHP WvS Belanda terjadi pada tahun 1980-an, yaitu dengan
dicantumkannya alternatif denda pada semua perumusan kejahatan, terutama
kejahatan terhadap keamanan negara tidak terkecuali makar terhadap raja. Bahkan
kalau diteliti secara mendalam dalam KUHP Belanda tidak ada satu perumusan pun
yang diancam dengan pidana denda menurut kategori keenam.
Izin copas
BalasHapusMonggo...
BalasHapusdaftar pustaka dan sumber nya gk ada ya?
BalasHapusMaaf ga ada
BalasHapusIzin copas untuk referensi tugas.. terima kasih
BalasHapusizin copas min
BalasHapus